Robot Penjelajah NASA Temukan Tanda Baru Adanya Kehidupan Purba di Mars
JAKARTA - Selama hampir satu dekade, robot penjelajah NASA, Curiosity akhirnya menemukan tanda-tanda kehidupan di Planet Mars dengan mengungkapkan keberadaan karbon di planet tersebut.
Dengan adanya jejak karbon, ini menentukan sekaligus kemungkinan adanya kehidupan purba di Planet Merah itu, dan Mars bisa saja adalah planet yang layak huni.
Karbon merupakan tanda dasar untuk semua kehidupan di Bumi, dan siklus karbon adalah proses alami daur ulang atom karbon. Di Bumi, atom karbon diproses melalui siklus saat mereka melakukan perjalanan dari atmosfer ke tanah dan kembali ke atmosfer.
Sebagian besar karbon Bumi terdapat di batuan dan sedimen, sisanya di lautan, atmosfer, dan organisme global. Itu sebabnya atom karbon dengan siklus daur ulangnya adalah sebuah pelacak aktivitas biologis di Bumi.
Jadi karbon di Mars dapat digunakan untuk membantu para peneliti menentukan apakah ada kehidupan di masa Mars kuno. Mempelajari lebih lanjut tentang asal usul karbon Mars yang baru terdeteksi ini juga dapat mengungkap proses siklus karbon di Mars.
"Kami menemukan hal-hal di Mars yang sangat menarik, tetapi kami benar-benar membutuhkan lebih banyak bukti untuk mengatakan bahwa kami telah mengidentifikasi kehidupan. Jadi kami mencari tahu apa lagi yang bisa menyebabkan tanda karbon yang kami lihat, jika bukan kehidupan," ujar peneliti utama dari Laboratorium Kimia Analisis Sampel di Mars (SAM), Paul Mahaffy.
Melansir laman NASA, Selasa, 18 Januari, dalam laporan temuan mereka yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, para ilmuwan Curiosity menjelaskan beberapa sinyal karbon tidak biasa yang mereka deteksi.
Hipotesis mereka sebagian diambil dari tanda tangan karbon di Bumi, tetapi para ilmuwan memperingatkan kedua planet Mars dan Bumi sangat berbeda sehingga mereka tidak dapat membuat kesimpulan pasti berdasarkan contoh-contoh di Bumi.
Untuk menganalisis karbon di permukaan Mars, para ilmuwan menggunakan instrumen Tunable Laser Spectrometer (TLS) di dalam lab SAM. SAM memanaskan 24 sampel dari lokasi geologis yang beragam di kawah Gale, Mars hingga sekitar 1.500 derajat Fahrenheit, atau 850 derajat Celcius, untuk melepaskan gas di dalamnya.
Kemudian TLS mengukur isotop dari beberapa karbon tereduksi yang dibebaskan dalam proses pemanasan. Isotop adalah atom dari suatu unsur dengan massa yang berbeda karena jumlah neutron yang berbeda, dan mereka berperan dalam memahami evolusi kimia juga biologi planet.
Ilmuwan Curiosity menemukan bahwa hampir setengah dari sampel mereka memiliki jumlah karbon 12 yang sangat besar dibandingkan dengan apa yang telah diukur di atmosfer Mars dan meteorit. Sampel ini berasal dari lima lokasi berbeda di kawah Gale.
"Di Bumi, proses yang akan menghasilkan sinyal karbon yang kami deteksi di Mars adalah proses biologis. Kita harus memahami apakah penjelasan yang sama berlaku untuk Mars, atau jika ada penjelasan lain, karena Mars sangat berbeda," ungkap seorang ilmuwan Curiosity, Christopher House.
House menambahkan, Mars cukup unik karena mungkin dimulai dengan campuran isotop karbon yang berbeda dari Bumi 4,5 miliar tahun yang lalu. Mars lebih kecil, lebih dingin, memiliki gravitasi yang lebih lemah, dan gas yang berbeda di atmosfernya. Selain itu, karbon di Mars bisa berjalan tanpa melibatkan kehidupan.
Baca juga:
Saat ini, para ilmuwan berada pada tahap awal memahami bagaimana siklus karbon di Mars dan, dengan demikian, bagaimana menafsirkan rasio isotop dan aktivitas nonbiologis yang dapat menyebabkan rasio tersebut.
Curiosity, yang tiba di Planet Merah pada 2012, adalah penjelajah pertama dengan alat untuk mempelajari isotop karbon di permukaan. Misi lain telah mengumpulkan informasi tentang tanda tangan isotop di atmosfer, dan para ilmuwan telah mengukur rasio meteorit Mars yang telah dikumpulkan di Bumi.
Dengan mendefinisikan siklus karbon di Mars adalah kunci mutlak untuk mencoba memahami bagaimana kehidupan bisa masuk ke dalam siklus itu. Sementara itu, ilmuwan Curiosity akan terus mengukur isotop karbon untuk melihat apakah mereka mendapatkan tanda yang sama ketika robot penjelajah tersebut mengunjungi situs lain yang diduga memiliki permukaan purba terpelihara dengan baik.