Presiden Xi Jinping Tandatangani Penunjukkan Mantan Kepala Polisi Xinjiang Sebagai Komandan Garnisun PLA di Hong Kong
JAKARTA - Pemerintah China telah menunjuk seorang mantan kepala paramiliter, Peng Jingtang, sebagai komandan baru dari garnisun Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di Hong Kong, stasiun penyiaran negara CCTV melaporkan pada Minggu malam mengutip juru bicara PLA.
Peng, yang berpangkat mayor jenderal, sebelumnya adalah wakil kepala staf kepolisian paramiliter China, Polisi Bersenjata Rakyat. Pengangkatannya ditandatangani oleh Presiden China Xi Jinping, kata CCTV, mengutip Reuters 10 Januari.
Sedangkan menurut Global Times, tabloid nasionalis yang diterbitkan oleh People's Daily, Peng sebelumnya juga kepala staf Angkatan Bersenjata Polisi di Xinjiang, di mana Washington mengatakan Beijing melakukan genosida terhadap Muslim Uighur dan kelompok Muslim lainnya. Sementara, China menyangkal pelanggaran di Xinjiang.
PLA mempertahankan sebuah garnisun di Hong Kong, tetapi kegiatannya sebagian besar bersifat low profile. Di bawah konstitusi mini pusat keuangan global, Hukum Dasar, pertahanan dan urusan luar negeri dikelola oleh para pemimpin Partai Komunis di Beijing.
Dikutip CCTV, Jenderal Peng mengtakan, dalam penunjukkan barunya ia akan bekerja sama denan semua anggota garnisun untuk mengikuti perintah Partai Komunis yang berkuasa dan Presiden Xi. Dengan tegas membela kedaulatan nasional dan kepentingan keamanan.
Untuk diketahui, Hong Kong dikembalikan ke Pemerintahan China dari Pemerinyah Inggris pada tahun 1997, dengan janji hak-hak individu yang luas akan dilindungi.
Baca juga:
- Belum Dua Tahun, Food Truck yang Jajakan Nasi Goreng hingga Nasi Campur Ini Masuk Tiga Besar Terbaik di Australia
- Belasan Wisatawan Tewas Membeku dalam Kemacetan di Tengah Cuaca Ekstrem, PM Pakistan Perintahkan Penyelidikan
- Ada Varian Omicron, Starbucks Wajibkan Karyawannya Untuk Divaksinasi COVID-19 atau Mengikuti Tes Mingguan
- Presiden Filipina Duterte Perintahkan Aparat Tangkap Warga yang Enggan Divaksin COVID-19 dan Nekat Keluar Rumah
Tetapi aktivis pro-demokrasi dan kelompok hak asasi mengatakan kebebasan telah terkikis, khususnya sejak China memberlakukan undang-undang keamanan nasional baru setelah berbulan-bulan protes pro-demokrasi yang diwarnai kekerasan pada 2019.
Sementara, otoritas Hong Kong dan China menyangkal pembatasan kebebasan, mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk memulihkan ketertiban setelah kerusuhan berkepanjangan.