DPRD Kalsel Ungkap Hal Mengejutkan, Tenaga Kerja di Sana Berdaya Saing Rendah

JAKARTA - Sekretaris Komisi IV Bidang Kesra DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) yang juga membidangi ketenagakerjaan, Firman Yusi SP berpendapat daya saing tenaga kerja di provinsi itu masih rendah.

"Mengatasi masalah daya saing tersebut pada rancangan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kalsel 2021 - 2026 harus berkolaborasi pendidikan dan ketenagakerjaan," kata Firman di Banjarmasin, dikutip dari Antara, Minggu 9 Januari.

"Karena salah satu masalah yang masyarakat Kalsel hadapi rendahnya tenaga kerja berdaya saing. Hal itu terungkap setelah Pasis IV RPJMD melakukan rapat dengan sejumlah SKPD terkait jajaran Pemprov," tegasnya.

Selain itu, dalam konsultasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Republik Indonesia di Jakarta, 7 Januari, lanjut mantan anggota DPRD Kabupaten Tabalong, Kalsel tersebut.

"Memang Tingkat Pengangguran Terbuka (TPK) kita Kalsel lebih rendah dari rata-rata nasional, tapi prosentasi penduduk bekerja berdasarkan pendidikan didominasi mereka yang tidak punya ijazah SD atau berijazah SD," tambahnya.

"Mereka yang tidak berijazah SD besarnya bahkan sampai 44,56 persen. Sementara yang berijazah SMP sederajat 20,86 persen, SMA 21,48 persen, SMK 3,72 persen dan perguruan tinggi 9,34 persen," paparnya.

Dia berharap, RPJMD Kalsel 2021 - 2026 lebih fokus lagi untuk mendorong serapan angkatan kerja dengan tingkat pendidikan lebih tinggi terutama lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi.

"Jika melihat data tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD atau hanya tamatan SD sudah dipastikan berposisi sebagai buruh. RPJMD 2021 - 2026 harus diarahkan untuk mendorong fokus tenaga kerja Pemprov Kalsel pada usaha-usaha peningkatan kualitas SDM khususnya dalam hal daya saing," tambahnya lagi.

Mewujudkan semua itu, menurut dia, perlu langkah konkrit yang disusun Pemprov Kalsel. Salah satunya dengan melakukan pemetaan proyeksi kebutuhan tenaga kerja pada masa mendatang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, kondisi kewilayahan, khususnya menyongsong Kalsel sebagai gerbang Ibu Kota l Negara serta perkembangan ekonomi lokal dan global.

"Hasil pemetaan ini harus kita manfaatkan untuk menyusun kebijakan pendidikan kita, baik kependidikan formal maupun non-formal untuk memenuhi kebutuhan tersebut," ujarnya.

Bahkan jika perlu, saran dia, evaluasi terhadap penyelenggaraan pendidikan SMK yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, mengingat hanya 3,72 persen pekerja di Kalsel yang berlatar pendidikan SMK dan SMA 21,48 persen.

"SMK kan harusnya dirancang untuk mencetak tenaga siap kerja, tapi sepertinya data menunjukkan kebalikannya. Karenanya langkah seperti evaluasi terhadap jurusan yang tersedia dan penyesuaian kurikulum SMK dengan perkembangan kebutuhan dunia kerja mutlak diperlukan," demikian Firman Yusi.