Pemilu di Indonesia Paling Kompleks dan Rumit di Dunia, Ini Kata Perludem
JAKARTA – Karakteristik pemilihan umum di Tanah Air, disebut sebagai pemilu paling kompleks dan rumit di dunia. Apalagi pelaksanaan pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan serentak pada tahun yang sama. Hal ini diungkapkan oleh Anggota Dewan Pembina Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) Titi Anggraini.
"Bahkan, the biggest one-day election in the world (pemilihan satu hari terbesar di dunia)," kata Titi Anggraini yang pernah terpilih sebagai Duta Demokrasi mewakili Indonesia dalam International Institute for Electoral Assistance (International IDEA) ketika menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Sabtu, 1 Desember.
Titi mengemukakan hal itu terkait dengan rencana penyelenggaraan Pemilu Presiden/Wakil Presiden RI, Pemilu Anggota DPR RI, Pemilu Anggota DPD RI, dan pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala daerah di 34 provinsi dan di 514 kabupaten/kota pada tahun 2024.
Karakteristik lainnya, menurut Titi, Indonesia menyelenggarakan pemilu dengan rekapitulasi suara paling lama di dunia. Begitu pula terkait dengan database, negara ini memiliki data pemilih tersentralisasi terbesar di dunia.
Baca juga:
- Ganjar Pranowo Tak Terbendung, Dinobatkan Gubernur Terpopuler 2021 Saingi Anies Baswedan
- Inginkan Poros Ketiga, PKS: Penurunan Angka Presidential Threshold ke 4 Persen Paling Efektif
- Tahun Depan, Dana Bantuan Parpol di Bekasi Naik 300 Persen, per Suara Menjadi Rp6.000
- Upaya Pencarian Harun Masiku yang Dilakukan KPK Dianggap Hanya Lip Service
Pemilu di Tanah Air, menurutnya, menyimpan salinan hasil penghitungan suara dari tempat pemungutan suara (TPS) dalam database tersentralisasi yang juga terbesar di dunia.
Menyinggung soal determinasi uang dalam pemilu, Titi mengatakan bahwa batasan sumbangan dana kampanye (campaign donation limit) di Indonesia juga termasuk yang paling tinggi di dunia. Bahkan dianggap cenderung tidak membatasi, yakni Rp2,5 miliar per individu dan Rp25 miliar per badan hukum swasta.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menganggap laporan dana kampanye sekadar basa-basi karena politik berbiaya tinggi yang tidak akuntabel.
"Kontestasi dikeluhkan mahal tetapi tidak tergambar dalam laporan dana kampanye," kata Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).