Nyeri di Tempat Suntikan hingga Miokarditis, Ini Efek Samping Vaksin COVID-19 Pfizer pada Anak 5-11 Tahun Menurut CDC
JAKARTA - Vaksin COVID-19 lansiran Pfizer Inc., dan BioNTech SE, sebagian besar menyebabkan efek samping ringan pada anak-anak berusia 5 hingga 11 tahun, menurut data yang diterbitkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) pada Hari Kamis.
Data menunjukkan, setelah dosis kedua vaksin, beberapa anak melaporkan nyeri di tempat suntikan dan reaksi sistemik lainnya seperti kelelahan dan sakit kepala.
CDC mengatakan juga menerima laporan 11 kasus miokarditis, sejenis peradangan jantung, pada anak-anak berusia 5-11 tahun yang telah menerima vaksin. Dari mereka, tujuh telah pulih, dan empat dalam pemulihan pada saat laporan.
Mengutip Reuters 31 Desember, miokarditis adalah efek samping yang jarang terjadi setelah pemberian vaksin mRNA.
Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) AS menerima 4.249 laporan efek samping, 97,6% di antaranya tidak serius, kata laporan CDC.
Kasus-kasus tersebut dilaporkan di VAERS dan v-safe, sistem pengawasan keamanan berbasis smartphone sukarela untuk efek samping setelah vaksinasi COVID-19, antara 3 November dan 19 Desember.
Badan tersebut mengatakan sekitar 8,7 juta dosis vaksin Pfizer telah diberikan kepada anak-anak dalam kelompok usia tersebut.
Vaksin tersebut disahkan di Amerika Serikat untuk anak berusia 5 hingga 15 tahun pada akhir Oktober, merupakan satu-satunya suntikan yang diizinkan untuk kelompok usia tersebut hingga saat ini.
Baca juga:
- Ketegangan di Ukraina Meningkat, Presiden Biden Berbicara 50 Menit dengan Presiden Putin Lewat Telepon
- Staf Positif COVID-19, Operator Jaringan Kereta Inggris Batalkan Semua Layanan Langsung ke London
- Pecah Rekor Pembahasan Terlama, PM Mark Rutte Harap Pemerintah Baru Belanda Bisa Dilantik 10 Januari
- Galau Ingin Jadi Mitra China Tapi Ambil Sikap Berlawanan, Menlu Wang Yi Sebut Ada Perpecahan Kognitif di Uni Eropa
Sebuah studi terpisah oleh CDC menunjukkan, vaksin dua dosis Pfizer adalah 92 persen efektif melawan infeksi virus corona pada remaja berusia 12 hingga 17 tahun.
Periode pengamatan untuk analisis bertepatan dengan periode dominasi varian Delta di Amerika Serikat, tambah CDC.