Pandangan Pakar tentang Kasus Terorisme di 2022: Suasana Penegakan Hukum di Bidang Tersebut Akan Tetap Sama
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Suteki memperkirakan penanganan kasus radikalisme dan terorisme di Indonesia oleh penegak hukum tahun 2022 yang direncanakan Pemerintah menjadi tahun toleransi, akan tetap bersifat masif sebagaimana tahun 2021.
“Tahun 2022 dikatakan sebagai tahun toleransi dan bercermin dari masifnya penangkapan atau penanganan kasus radikalisme serta terorisme di tahun 2021, maka saya perkirakan suasana penegakan hukum di bidang tersebut akan tetap sama,” ujar Suteki saat menjadi pemateri dalam diskusi bertajuk “Refleksi dan Prediksi Keumatan: Peluang dan Tantangan Peradaban Islam” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa, dipantau dari Jakarta, dilansir Antara, Kamis, 30 Desember.
Bahkan, kata Suteki, agenda Pemerintah untuk menjadikan tahun 2022 sebagai tahun toleransi yang semakin memperteguh prinsip moderasi beragama itu, juga berkemungkinan mendorong penegakan hukum di bidang radikalisme atau terorisme kembali menyoroti para pemuka agama.
Seperti yang umum diketahui, kasus radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama menjadi kasus yang kerap ditemukan, bahkan pada 2021, terjadi penangkapan terduga teroris dari kalangan ulama.
Baca juga:
- Kaleidoskop 2021: Pendukung Donald Trump Serbu Capitol Hill hingga Varian Omicron Bayangi Natal dan Tahun Baru
- VIDEO: Melihat Pemusnahan Senjata Api Rakitan yang Digunakan Teroris Sepanjang 2021
- Kejari Jaktim Musnahkan Senpi Rakitan yang Digunakan Teroris Sepanjang 2021
- BNPT Paparkan Organisasi Teroris yang Masih Cukup Aktif di Indonesia, Ada JAK, JAS dan NII
Oleh karena itu, Suteki memandang penangkapan yang menyasar para ulama terpapar radikalisme pun berpotensi akan tetap terjadi di tahun 2022.
“Ada kemungkinan juga penangkapan-penangkapan bukan hanya menyasar orang biasa, melainkan juga ulama-ulama yang terpapar radikalisme atau terlibat dalam terorisme,” ujar Suteki.
Menurutnya, tindakan seperti itu menunjukkan penegakan hukum yang telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
Di dalam peraturan tersebut, ujar Suteki, disebutkan bahwa para pelaku terorisme tidak terbatas pada mereka yang melakukannya pengeboman secara langsung. Pihak-pihak lain, kata dia lagi, seperti mereka yang mendanai ataupun terlibat dalam organisasi terorisme, termasuk merekrut anggota, wajib pula ditindak.