Korban Penipuan Oknum Jaksa di NTB Bertambah, Diminta Rp100 Juta Agar Lolos Seleksi CPNS
MATARAM - Korban kasus dugaan penipuan yang dilakukan oknum jaksa berinisial EP di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) kian bertambah. Total korban hingga saat ini berjumlah dua orang.
"Satu lagi muncul laporan pengaduannya. Jadi korbannya dua orang," kata Juru Bicara Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB Dedi Irawan di Mataram, Antara, Kamis, 30 Desember.
Modus dugaan penipuan oleh terduga EP terungkap sesuai laporan pengaduan yang baru diterima oleh Bidang Pengawasan Kejati NTB. Modus EP adalah menjanjikan lulus seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) tersebut.
"Informasi dari bidang pengawas, sekarang laporan pengaduannya masih ditelaah," ujarnya.
Perihal adanya laporan pengaduan korban tambahan berinisial JT dalam kasus ini turut dikuatkan dari pengakuan NI, kakek dari korban.
JT yang kini masih aktif sebagai pegawai kejaksaan tersebut mengakui bahwa cucu perempuannya turut menjadi korban EP, ketika mengikuti seleksi CPNS di lingkup Kejaksaan RI pada November 2021.
Korban yang merupakan lulusan sarjana tersebut mendaftar untuk mengikuti seleksi dengan formasi pengawal tahanan. Terduga EP menjanjikan korban asal Lombok Tengah ini lulus seleksi CPNS dengan syarat menyerahkan uang.
Baca juga:
- Jaksa Agung Minta Penanganan Korupsi Kompak Beriringan: Jangan Timpang, Pusat Cepat Daerah Lambat
- Jaksa Dilaporkan ke Kejati NTB Kasus Penipuan Seleksi CPNS dengan Mahar Rp160 Juta
- Selain Cuci Otak Santriwati Lewat Hadiah, HW Pernah Dipergoki Istri Saat Melakukan Pemerkosaan
- Santriwati Korban Pemerkosaan di Bandung Ditolak Masuk Sekolah Lain dengan Alasan Beda Kurikulum
"Awalnya diminta 100 juta, tapi sanggupnya cuma Rp75 juta," ujar JT.
Namun nasib korban tidak berbeda dengan ME, korban penipuan pertama yang melaporkan EP ke Bidang Pengawasan Kejati NTB. Korban berinisial NI ini gugur di tahap Seleksi Kompetensi Dasar (SKD).
Karena kecewa dengan janji EP, korban menagih uang kembali. Hingga dilaporkan ke Bidang Pengawasan Kejati NTB, korban baru menerima pengembalian Rp25 juta.
"Baru diganti Rp25 juta, ada bukti kuitansinya, 24 November kemarin," ujarnya pula.