2 Hal yang Dinilai Membuat Bobrok KPK, Termasuk Kepemimpinan Firli Bahuri dkk

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali mengkritisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di akhir tahun 2021 ini.

Bersama Transparency International Indonesia dan Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), kelompok pegiat antikorupsi ini menilai ada dua hal yang menyebabkan komisi antirasuah terpuruk belakangan ini, salah satunya kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan selama dua tahun belakangan kinerja KPK menurun. Salah satu penyebabnya adalah karena kepemimpinan Firli Bahuri dkk.

"Kami tiba pada kesimpulan bahwa kebobrokan KPK kali ini memang semakin terkonfirmasi berasal dari dua hal yaitu UU KPK baru dan Komisioner KPK baru," kata Kurnia dalam acara bertajuk Evaluasi Dua Tahun Kinerja KPK dan Implikasinya bagi Sektor SDA, Senin, 27 Desember.

Ia kemudian memaparkan, meski terjadi penurunan kinerja tapi KPK tidak berupaya memperbaiki kinerja dalam aspek pencegahan maupun penindakan. Karena, berdasarkan catatan yang dimiliki tiga lembaga tersebut, komisi antirasuah malah sering bergejolak di internal belakangan ini.

"Masih banyak yang (harus, red) diperbaiki tapi (KPK, red) justru menciptakan situasi kekisruhan tidak penting dengan memecat atau memberhentikan 57 pegawai KPK," ungkapnya.

Adapun yang dimaksud pemberhentian 57 pegawai KPK itu adalah saat KPK memutuskan untuk memberhentikan mantan penyidik KPK Novel Baswedan dan puluhan orang lainnya. Mereka diberhentikan karena tidak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sehingga gagal menjadi aparatur sipil negara (ASN) sesuai UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

"Bentuk-bentuk pelemahan itu semakin jelas terjadi. Kalau dulu pelemahan terjadi dari luar KPK tapi hari ini dari internal KPK yaitu dari Pimpinan KPK," ujar Kurnia.

Tak sampai di situ, pegiat antikorupsi ini juga menyinggung pelanggaran etik yang telah dilakukan oleh dua pimpinan komisi antirasuah. Kurnia bilang, hal ini telah menurunkan citra KPK sehingga kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut tidak meningkat.

Hal ini telah dibuktikan dengan hasil dari sejumlah lembaga survei di Tanah Air yang memotret adanya penurunan tingkat kepercayaan publik. "Kalau satu lembaga survei mungkin ada margin of error tapi kalau semua bilang begitu berarti kan erornya di KPK bukan di lembaga surveinya," tegas Kurnia.

Melihat kondisi ini, dia menilai KPK akan sulit berubah seperti sedia kala. Tapi, harapan itu masih ada ketika Firli Bahuri dkk menghabiskan masa baktinya pada 2023 mendatang.

"Ke depan akan makin sulit situasinya KPK berubah seperti sedia kala. Kecuali pada 2023 KPK tidak diisi lagi orang-orang bermasalah seperti ini," ungkapnya.

Selain itu, KPK bisa kembali seperti sebelumnya jika ada pemimpin yang berani mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. "Dua cara itu enggak bisa ditawar. Enggak bisa diambil satu saja untuk mengembalikan KPK," ujar Kurnia.

Kritikan yang disampaikan ICW ini kemudian sampai ke KPK dan langsung ditanggapi Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri.

Menurutnya, segala masukan dari masyarakat selalu dijadikan bahan evaluasi dan penyemangat oleh lembaganya. Tapi, di sisi lain, Ali mengingatkan hasil survei yang ada saat ini tidak bisa menjadi tolok ukur.

"Ini menjadi bahan evaluasi, penyemangat bagi kami untuk bekerja lebih baik. Tentu, KPK bukan berdasarkan hasil-hasil survei dimaksud karena kita punya tupoksi sebagaimana dalam undang-undang sudah sangat jelas dari mulai pencegahan sampai eksekusi putusan pengadilan," ungkapnya seperti yang ditayangkan secara daring di YouTube KPK RI.

Ali juga mengingatkan kerja pemberantasan korupsi tidak bisa hanya diukur lewat penindakan. Ia juga mengatakan tak bisa menyebut KPK gagal hanya karena tidak melakukan tangkap tangan.

Alasannya, operasi tangkap tangan (OTT) yang biasa ditakuti para koruptor hanya bagian terkecil dari upaya penindakan. "Padahal tangkap tangan bagian terkecil, hanya satu alat. Bagaimana penindakan ini bekerja melalui penyelidikan tertutup ada yang terbuka," tegasnya.

Lagipula, penindakan juga salah satu dari berbagai upaya memberantas korupsi yang dilakukan oleh KPK. Menurut Ali, selain penindakan ada juga upaya pencegahan monitoring, koordinasi dan supervisi, penyelidikan, penyidikan hingga eksekusi putusan.

"Karena sesungguhnya pemberantasan korupsi adalah di sana ada upaya pencegahan ada monitoring sampai kemudian ada koordinasi supervisi sampai penyelidikan, penyidikan dan eksekusi putusan pengadilan. Itu lah yang disebut dengan pemberantasan korupsi, jadi bukan hanya fokus pada penindakan saja," ujarnya.

"Seluruh hasil kerja KPK dipertanggungjawabkan pada masyarakat dan akan disampaikan pada masyarakat. Nanti di akhir tahun ini kami akan sampaikan secara utuh dan lengkap," pungkas Ali.