Paus Benediktus VXI Diserang Wanita Berjubah Merah di Malam Natal dalam Sejarah Hari Ini, 24 Desember 2009

JAKARTA - Pada 24 Desember 2009, Paus Benediktus XVI tengah berjalan di lorong Basilika Santo Petrus, Vatikan. Saat itu ia hendak menyampaikan homili Malam Natal dan seorang wanita menyerangnya. Wanita tersebut berusia 25 tahun dan diketahui memiliki masalah psikologi.

Mengutip The Guardian, Paus Benediktus tidak terluka dan masih mampu menyampaikan homili Malam Natalnya. Dalam homilinya Benediktus mendesak dunia untuk "bangun" dari keegoisan juga urusan kecil dan menemukan waktu untuk Tuhan serta hal-hal rohani.

Banyak video amatir yang menunjukkan wanita tersebut mengenakan kemeja merah. Ia melompati penghalang kayu yang menutup lorong utama basilika dan bergegas menuju Paus Benediktus sebelum dikerumuni oleh pengawal. Dia meraih jubah Paus Benediktus lalu menariknya.

Benediktus segera jatuh setelahnya. Wanita bernama Susanna Maiolo itu sebelumnya pernah mencoba melakukan hal yang sama saat Misa Tengah Malam Natal 2008.

Namun usahanya saat itu tidak berhasil karena berhasil dihalau. Maiolo telah dirawat di sebuah klinik di luar Roma sejak insiden itu.

Paus Benediktus XVI (Sumber: Wikimedia Commons)

Benediktus tampak agak goyah ketika dia mendekati kursinya yang menghadap ke Lapangan Santo Petrus untuk menyampaikan homili. Ia akhirnya ditopang oleh seorang pelayan.

Tapi dia kemudian merentangkan tangannya, memberkati orang banyak dan menyampaikan pidato 'Urbi et Orbi', yaitu bahasa Latin untuk 'Untuk kota (Roma) dan dunia' tanpa masalah. Dia melanjutkan dengan ucapan Selamat Natal dalam 65 bahasa berbeda, yang mengundang sorakan dan nyanyian terus menerus dari kerumunan.

Pada Januari 2010, Paus Benediktus XVI bertemu dan memaafkan Susanna Maiolo. Paus juga bertemu dengan keluarganya dalam audiensi pribadi, kata juru bicara Vatikan, Pendeta Federico Lombardi.

Maiolo meminta maaf kepada Paus Benediktus. Sementara Benediktus menanyakan kesehatannya dan "ingin menunjukkan pengampunannya."

Serangan terhadap Paus

Sejak aksi terorisme 11 September 2001 di Amerika Serikat (AS), Vatikan memperketat keamanan di acara-acara yang menghadirkan paus. Semua pengunjung harus melewati polisi untuk masuk ke alun-alun.

Orang-orang yang hendak memasuki basilika harus melewati detektor logam atau dipindai dengan tongkat pendeteksi logam. Analis keamanan sering memperingatkan paus yang terlalu terbuka dalam penampilan publik.

Mengutip History, Paus Yohanes Paulus II tertembak dan terluka parah saat melewati alun-alun dengan mobil terbuka di Roma, Italia, pada 1981. Penembak merupakan pria asal Turki, Mehmet Ali Agca, yang melepaskan empat tembakan.

Satu di antaranya mengenai perut paus dan nyaris mengenai organ vital. Sementara satu tembakan lagi mengenai tangan kiri paus.

Penembakan Paus Yohanes Paulus II (Sumber: Wikimedia Commons)

Senjata yang dipegang Agca saat itu segera direbut oleh orang-orang yang melihatnya. Paus dilarikan dengan ambulans ke Rumah Sakit Gemelli, Roma, di mana ia menjalani lebih dari lima jam operasi dan dalam kondisi kritis tetapi stabil.

Paus Yohanes Paulus II kemudian mengunjungi Agca di penjara dan melakukan percakapan pribadi dan memutuskan untuk berteman. Paus tetap berhubungan dengan keluarga Agca selama penahanan.

Paus bahkan meminta pengampunan kepada pemerintah Italia agar Agca dibebaskan pada 2000. Agca kemudian diekstradisi ke Turki.

Meski sudah mendapat pengampunan, Agca tetap menjalani hukuman penjara di Turki hingga 2010. Empat tahun kemudian, ia kembali ke Roma untuk memberi penghormatan kepada mendiang paus dengan meletakkan dua lusin mawar putih di makam Yohanes Paulus II.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya