Diusulkan Nol Persen, PDIP: Idealnya Presidential Threshold 30 Persen

JAKARTA - Dorongan agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diubah menjadi nol persen menuai pro dan kontra. 

Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno tak sepakat dengan usulan tersebut. Sebab menurutnya, presidential threshold penting untuk diterapkan agar sistem presidensial tetap kuat. 

Bahkan, kata dia, PDIP ingin presidential threshold dinaikkan menjadi 30 persen dan parliamentary threshold 10 persen.

"Yang ideal sesuai rumus umum di negara-negara sistem presidential parliamentary threshold 10 persen, dan presidential threshold 30 persen, agar sistem presidential berjalan seiring dengan multipartai sederhana," ujar Hendrawan kepada wartawan, Rabu, 15 Desember. 

PDIP, lanjut anggota Komisi IX DPR itu, ingin memperkuat sistem presidential bukan sistem parlementer. Karena itu, kata Hendrawan, capres harus mendapat dukungan cukup dari parpol di parlemen.

"Sistem presidential itu hanya cocok untuk sistem multi partai sederhana, antara 2-5 partai. Di Indonesia jumlah partai masih terlalu banyak. Konsolidasi melalui parliamentary threshold belum berhasil merampingkan jumlah partai," jelasnya.

Hendrawan menegaskan, presidential threshold adalah jalan tengah agar ketegangan antara sistem presidential dan multi partai dapat diharmonisasi atau disinergikan.

"Kalau tidak, kita tergelincir dalam sistem parlementer," tegas Hendrawan. 

Seperti diketahui, ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.