Kejari Padang Tetapkan Manajer KSPS Koto Lua Tersangka Korupsi
PADANG - Kejaksaan Negeri Padang, Sumatera Barat, menetapkan Manajer Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) BMT Koto Lua Kecamatan Pauh, Kota Padang, berinisial EO sebagai tersangka.
EO ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menyelewengkan dana koperasi yang bermodal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Padang untuk kepentingan pribadi.
“EO ditetapkan tersangka setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang sah dalam kasus ini,” kata Kepala Kejari Padang Ranu Subroto didampingi Kasi Pidana Khusus Therry Gutama, dikutip Antara, Kamis, 9 Desember.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 9 Juncto (Jo) pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun demikian Kejaksaan belum melakukan penahanan terhadap tersangka karena syarat subjektif dan objektifnya belum terpenuhi sebagaimana diatur Pasal 21 KUHAPidana.
Sebelum menetapkan EO sebagai tersangka, Kejaksaan sebelumnya telah memeriksa sebanyak 22 saksi serta menyita seratus lebih dokumen sebagai barang bukti.
Baca juga:
Therry menjelaskan pemeriksaan kasus itu berawal dari laporan yang diterima dari masyarakat, kemudian ditindaklanjuti pihaknya dengan melakukan penyelidikan pada 18 Januari 2021.
Dari hasil penyelidikan akhirnya tim menemukan adanya perbuatan pidana sehingga proses kasus langsung dinaikkan ke tahap penyidikan pada Maret 2021.
Ia menceritakan KSPS Koto Lua adalah salah satu koperasi yang menerima penyertaan modal berupa hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Padang pada 2011 sebesar Rp300 juta.
Dalam perjalanannya EO sebagai manajer diduga telah melakukan pembiayaan fiktif dari uang koperasi yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Pembiayaan fiktif yang dilakukan sebanyak 44 kali dengan cara yang tidak sesuai SOP dan SOM koperasi," jelasnya.
Akibatnya ada uang sebesar Rp267.520.000 yang tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh tersangka. Uang tersebut dianggap sebagai kerugian keuangan negara karena bersumber dari APBD Kota Padang.