Rahim Rusak dan Depresi, Ada 6 Risiko yang Harus Ditanggung Novia Widyasari Usai Dipaksa Aborsi
JAKARTA - Meninggalnya mahasiswi Novia Widyasari Rahayu yang ditemukan tewas di samping makam ayahandanya yang berada di Kecamatan Sooko, Mojokerto membuat publik sedih sekaligus marah. Kasus bunuh diri ini pun viral di media sosial usai akun Twitter @convomf mengunggah peristiwa tersebut.
Nanyak kabar yang menyebut motif di balik aksi bunuh diri itu karena gadis itu telah diperkosa dipaksa menggugurkan kandungan. Sebagai perempuan korban perkosaan, pengguguran kandungan akan menambah luka dan bisa menyebabkan depresi.
Tindakan pengguguran kandungan atau aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu. Tindakan abortus harus sesuai dengan indikasi medis, atau ada alasan medis yang kuat dan mengancam jiwa ibu hamil tersebut bila kehamilan diteruskan.
Aborsi diatur dalam undang-undang sehingga ada ancaman hukum bila dikerjakan tanpa alasan medis. Jadi tidak boleh melakukan aborsi atau meminta orang melakukan aborsi karena hal ini dapat berurusan dengan hukum.
Aborsi seharusnya diputuskan oleh beberapa dokter, dan bila dilakukan harus di fasilitas kesehatan, karena seperti tindakan medis lainnya, aborsi juga mempunyai risiko yaitu infeksi dan perdarahan yang dapat meluas, sehingga menimbulkan komplikasi seperti kehilangan rahim, dan bisa mengakibatkan ibu yang menjalani tindakan aborsi kehilangan nyawa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Institut Guttmacher meliris hasil penelitian satu dari empat kehamilan di dunia setiap tahunnya berakhir dengan aborsi. Angka aborsi di Tanah Air sendiri pun masih terbilang cukup tinggi. BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) mencatat kasus aborsi di Indonesia bisa mencapai 2,4 juta per tahun.
Baca juga:
Apapun alasannya, aborsi bukanlah suatu keputusan yang mudah untuk dibuat. Tapi entah itu menggugurkan kandungan lewat jalur medis resmi ataupun di bawah tangan, selalu ada potensi risiko komplikasi dan efek aborsi yang harus Anda sadari. Berikut risiko yang harus ditanggung wanita yang melakukan aborsi.
Mandul
Bahaya menggugurkan kandungan bisa menyebabkan kemandulan. Sebab, akan terjadi luka dan pendarahan pada indung telur yang berpotensi mengakibatkan penumpukan darah. Kemudian penumpukan darah ini akan mengakibatkan penyumbatan pada indung telur. Saluran indung telur yang tertutup akan sulit terjadi pembuahan dan kehamilan.
Masalah psikologis
Tidak hanya masalah fisik, bahaya menggugurkan kandungan bisa menyebabkan masalah psikologis. Akan muncul perasaan merasa bersalah, malu, stres, dan depresi setelah aborsi. Hal ini akan mengakibatkan komplikasi lebih parah jika dilakukan secara ilegal.
Kerusakan rahim
Aborsi bisa menyebabkan terjadinya kerusakan rahim. Jika rahim rusak maka kemungkinan bisa hamil menjadi semakin kecil. Bahaya menggugurkan kandungan ini terjadi pada 250 dari seribu kasus aborsi melalui pembedahan. 1 di antara seribu pada kasus aborsi obat (resep dan non-resep) yang dilakukan pada usia kehamilan 12-24 minggu.
Kerusakan rahim termasuk kerusakan leher rahim, perlubangan (perforasi) rahim, dan luka robek pada rahim (laserasi). Kerusakan juga bisa diamati ketika dokter sudah melakukan visualisasi laparoskopi.
Infeksi radang panggul
Infeksi peradangan panggul (PID) termasuk salah satu bahaya menggugurkan kandungan. Buruknya lagi, penyakit ini dapat menyebabkan peningkatan risiko kehamilan ektopik. Serta mengurangi kesuburan perempuan di masa depan dan bisa mengancam nyawa.
Risiko akan semakin meningkat pada kasus aborsi spontan. Sebab, ada peluang jaringan kehamilan terperangkap dalam rahim dan perdarahan hebat. Keduanya media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Bagi wanita yang sudah mengalami anemia dan kehilangan darah juga akan berisiko terkena infeksi.
Kanker
Wanita yang sudah menggugurkan kandungan lebih berrisiko terkena kanker serviks. Kemungkinan bagi sekali aborsi sekitar 2.3 kali lipatnya. Bagi yang melakukannya dua kali atau lebih memiliki risiko hingga 4.92 kalinya.
Termasuk ada risiko peningkatan kanker ovarium dan kanker hati. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan hormonal pada sel kehamilan.
Kematian
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1997 di Finlandia, bagi perempuan yang aborsi empat kali lipat berisiko meninggal. Terutama bagi yang mengalami kehamilan pada usia muda. Kematiannya bahkan lebih besar dari bunuh diri dan melanjutkan kehamilan hingga 9 bulan.