P2G Desak Jokowi Atur Upah Minimum Guru Honorer dan Swasta
JAKARTA - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengatur upah minimum bagi guru non-ASN, yakni guru honorer dan swasta.
Satriawan meminta Jokowi menerbitkan peraturan presiden (perpres) mengenai pengaturan upah minimum tersebut. Hal ini ia ungkapkan demi meningkatkan kesejahteraan guru.
"Urgensi Perpres standar upah minimum guru bukan ASN ini untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan guru bukan ASN yaitu guru honorer termasuk guru sekolah atau madrasah swasta," kata Satriwan dalam keterangannya, Kamis, 25 November.
Meskipun sudah ada guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) bagian dari ASN, namun Satriwan menyebut hal itu belum mengakomodir keberadaan guru honorer yang hampir 1,5 juta orang.
Mengingat, seleksi guru PPPK baru menampung 173 ribu guru honorer dari formasi yang dibuka sebanyak 506 ribu secara nasional.
Baca juga:
- Hari Guru Nasional, Puan Maharani Minta Pemerintah Beri Afirmasi Guru Honorer jadi ASN
- Ganjar: Tiap Tahun Perjuangkan Upah Buruh, Tapi Lupa Gaji Guru Memprihatinkan
- Danai Gaji Pegawai Negeri Palestina, Qatar Kirim hingga 10 Juta Dolar AS Bahan Bakar dari Mesir Setiap Bulan
- Hari Ini Demo KSPI di Depan MK, Akan Ada Penutupan Jalan Hingga Rekayasa Lalu Lintas
Satriwan menyebut rata-rata upah guru honorer dan swasta cukup miris. "Fakta di lapangan upah guru honorer dan guru sekolah/madrasah swasta menengah ke bawah sangat rendah, jauh di bawah UMP/UMK buruh," ujarnya.
Berdasarkan laporan jaringan P2G di daerah, ia mencontohkan UMK Buruh di Kabupaten Karawang Rp4,7 juta per bulan, namun upah guru honorer SD Negeri di sana hanya Rp1,2 juta per bulan.
Lalu UMP/UMK Sumatera Barat sebesar RP2,4 juta per bulan, namun upah guru honorer jenjang SD negeri di Kabupaten Tanah Datar hanya Rp500 ribu sampai Rp800 ribu per bulan.
"Pemerintah bisa melahirkan standar upah minimum bagi buruh, sedangkan bagi guru tidak. Jika upah guru honorer dibiarkan begitu saja, ditentukan besarannya oleh kepala sekolah dan pemda dengan nominal semaunya, jelas melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen," imbuhnya.