Pengusaha Belum Puas dengan Sistem OSS, Bahlil Bawa Kabar Gembira: Penyempurnaan Akan Dimulai di Awal 2022

JAKARTA - Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui bahwa sistem online single submission (OSS) berbasis risiko belum memenuhi kepuasan berbagai pihak baik pengusaha maupun pemerintah daerah. Karena itu, pihaknya menargetkan penyempurnaan sistem OSS.

"Hasus saya akui, OSS ini belum 100 persen memenuhi kepuasan Bapak, Ibu semua karena implementasinya baru dilakukan sejak 9 Agustus lalu kami targetkan di 2022, awal Januari ini semua sudah bagus," katanya dalam acara Economic Outlook Prospek Investasi 2022, Selasa, 23 November.

Kata Bahlil, OSS berbasis risiko merupakan perwujudan dari amanat Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja tepatnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Sistem tersebut diklaim transparan. Kata Bahlil, sistem ini juga memberikan dampak pada percepatan pengurusan Izin meski masih banyak dikeluhkan karena belum sepenuhnya terintegrasi.

"Dampaknya, kenaikan investasi, jumlah investasi, itu terjadi karena percepatan pengurusan izin juga. Memang, ini butuh waktu untuk kita melakukan sinkronisasi lebih dalam," jelasnya.

Di samping itu, Bahlil mengaku optimis UU Cipta Kerja akan jadi pintu untuk bisa mencapai target realisasi investasi yang pada 2022 dipatok sebesar Rp1.200 triliun.

Indonesia dinobatkan negara dengan proses perizinan berbelit-belit

Kata Bahlil, beberapa lembaga dunia pada 2020 menobatkan Indonesia sebagai negara dengan proses perizinan investasi yang berbelit-belit. Karena itu, pemerintah pun mengesahkan Undang-Undang Cipta kerja untuk mempermudah proses perizinan tersebut.

"Harus kita akui tahun 2020 pernah kita dinobatkan sebagai negara yang nomor pertama mengurus perizinan berbelit-belit di dunia oleh beberapa lembaga dunia," katanya.

Tak hanya itu, kata Bahlil, sulitnya proses perizinan juga menjadi salah satu penyebab investasi mangrove selama 6 tahun sebesar Rp708 triliun.

Namun kini, kata Bahlil, berkat undang-undang tersebut investasi yang mengkrak itu pun sudah terealisasi sebesar 73 persen atau setara Rp517,6 triliun yang merupakan nilai potensial investasi yang telah difasilitasi.