JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyinggung proyek Online Single Submission (OSS) yang sempat berpolemik di era kepemimpinan Thomas Lembong atau Tom Lembong.
Sekadar informasi, OSS merupakan sistem perizinan berusaha yang terintergrasi secara elektronik yang dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Bahlil bilang OSS sempat menjadi polemik lantaran Tom Lembong menolak proyek OSS berada di bawah BKPM kala menjabat sebagai Kepala BKPM periode 2016-2019.
“Saya ingin menyampaikan posisi OSS, karena dulu seluruh perizinan itu izinya lewat OSS. Nah, pada tahun 2018-2019 ini adalah tahun yang sangat polemik karena pemimpin BKPM terdahulu menolak OSS itu ada di BKPM,” katanya dalam konferensi pers, di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta, Rabu, 24 Januari.
Karena Tom Lembong menolak, sambung Bahlil, OSS berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, era Daermin Nasution. Saat itu, kata Bahlil, banyak pengusaha yang mengeluh terhadap hal ini.
“Sekali lagi bahwa ini menyangkut leadership bukan omon-omon. Nah ini terjadi perdebatan antara Menko Perekonomian waktu itu Pak Darmin, dan Kepala BKPM,” ucapnya.
Bahlil mengatakan saat dirinya didapuk sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM sistem OSS diambil alih oleh BKPM. Hasilnya, kata Bahlil, pada 2019 nomor induk berusaha (NIB) yang diproses dari OSS mencapai 1.927 per hari. Sementara pada tahun 2018, hanya 829 per hari.
BACA JUGA:
“Dengan anggaran yang sama begitu pelimpahan sudah dilakukan 2019 tapi kami masuk transisi. Nah saya memutuskan bahwa kita harus fokus, dunia usaha kita harus memberikan ruang yang terbaik dan kita harus berikan pelayanan yang baik. UU Cipta Kerja kita lakukan,” ujarnya.
Mantan Ketua Umum Hipmi ini meyakini posisi OSS sudah melesat dibandingkan sebelum dirinya menjabat sebagai menteri investasi.
“Alhamudillah sekarang OSS sudah bisa mengeluarkan NIB per hari 11.096 dan untuk 2023 kita mampu mencetak 4.061.883 NIB,” ucapnya.
“Ini contoh juga antara tamatan Harvard dan tamatan stie Port Numbai yang ga ada di google itu. jadi menurut saya ga usah terlalu dibesarkan kita di mana tamat sekolah, yang penting kita bisa mengabdi pada negara dan tidak boleh kita jadi mata-mata asing,” sambungnya.