Karena Tak Kooperatif, Eks Kepala Kantor Pajak Bantaeng Akhirnya Buru-buru Ditahan KPK

JAKARTA - Eks Kepala Kantor Pajak Bantaeng, Wawan Ridwan akhirnya merasakan dinginnya Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cabang Pomdam Jaya Guntur. Tersangka dari pengembangan kasus suap pajak yang telah menjerat dua pejabat di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani itu ditahan karena tak kooperatif dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh komisi antirasuah.

Wawan Ridwan hanya diam setelah tiba di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Kamis, 11 November. Ia digiring untuk diperiksa lebih lanjut setelah ditangkap di kantornya yang ada di Kota Makassar.

Dalam pengembangan kasus suap pajak ini, sebenarnya tak cuma Wawan yang ditetapkan sebagai tersangka. Sejak awal November lalu, KPK juga turut menetapkan mantan Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Alfred Simanjuntak.

"Untuk kepentingan penyidikan, tim melakukan upaya paksa penahanan pertama untuk 20 hari ke depan terhitung mulai 11 November sampai 30 November di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 11 November.

KPK beralasan, penahanan terhadap Wawan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan pengembangan kasus yang tengah berjalan. "Tersangka WR (dianggap, red) tidak kooperatif," tegas Ghufron.

Dia lantas menjelaskan tidak kooperatifnya Wawan terlihat bukan hanya karena dia tak memenuhi panggilan penyidikan. Wawan disebut Ghufron juga berbelit dalam memberikan keterangan sehingga penahanan perlu dilakukan sebelum ada iktikad buruk.

"Tidak kooperatifnya seperti apa? Mungkin salah satunya bukan hanya kehadiran tapi juga keterangan yang tidak kooperatif. Itu yang kemudian kenapa (Wawan, red) ditangkap dan ditahan," ujarnya.

Laku lancung Wawan hingga ditetapkan jadi tersangka

Dalam kesempatan itu, Ghufron menjelaskan Wawan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pajak karena ia menerima uang yang kemudian diserahkan kepada dua pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu, yaitu Angin Prayitno dan Dadan Ramdani yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.

Penerimaan uang ini, sambung Ghufron, terjadi selama beberapa kali. Pada Januari-Februari 2018, Wawan menerima Rp15 miliar yang diserahkan oleh perwakilan PT Gunung Madu Plantation.

"Selanjutnya, sekitar pertengahan tahun 2018 (Wawan menerima, red) 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan dari perwakilan PT Bank PAN Indonesia dari total komitmen Rp25 miliar," ungkap Ghufron.

Kemudian, pada Juli-September 2019, dia kembali menerima uang sebesar 3 juta dolar Singapura yang diserahkan dari perwakilan PT Jhonlin Baratama. "Dari total tersebut tersangka WR diduga menerima jatah pembagian sekitar 625 ribu dolar Singapura," jelas Ghufron.

Tak hanya itu, Wawan juga diduga menerima uang dari pihak wajib pajak lain sebagai bentuk gratifikasi. Hanya saja, KPK belum memerinci jumlah uang itu karena masih terus melakukan pendalaman.

Atas perbuatannya, Wawan kemudian disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.