Jakarta Sudah Bersiap Antisipasi Banjir saat Curah Hujan Tinggi Akhir Tahun

JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria menegaskan Pemprov DKI sudah mengantisipasi musim penghujan terkait potensi banjir Jakarta. BMKG sebelumya sudah mengeluarkan peringatan potensi curah hujan tinggi pada akhir tahun hingga Januari 2022.

“Pemprov itu tidak hanya antisipasi, sudah ada perencanaan, program terkait pencegahan, penanganan dan pengendalian banjir sampai nanti pengungsian, semua kita siapkan, poskonya, logistiknya, petugasnya, ada surat edarannya, semuanya sudah siap. Tetapi sekali lagi, soal banjir, soal debit hujan, soal cuaca, ini kan di luar kekuasaan kita sebagai manusia, debitnya menurut BMKG semakin tinggi, semakin meninggkat, untuk itu perlu kesiapsiagaan kita semua,” kata Riza Patria kepada wartawan, Kamis, 4 November.

Penanganan banjir menurut dia harus dilakukan menyeluruh. Kebutuhan anggaran pun disebut Riza menjadi poin penting untuk memastikan program penanganan banjir berjalan sesuai rencana. 

“Terkait banjir itu kan terus naik intensitas hujannya. Sejauh ini memang kami kan masih ada keterbatasan terkait pendanaan. Karena program penanganan banjir ini kan butuh dana yang sangat besar. Tetapi tidak berarti kita kemudian lepas tangan, justru dengan segala keterbatasan, kita perlu terus berkolaborasi dengan semua pihak, dengan swasta, dengan masyarakat kita bangun sinergi yang positif supaya bisa sama-sama mencegah, mengatasi dan mengendalikan banjir di Jakarta,” papar Riza.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan adanya potensi bencana alam akibat tingginya curah hujan pada akhir 2021 dan awal 2022.

Dwikorita menyampaikan kondisi curah, hujan diprakirakan terjadi mulai November,  Desember 2021, dan berlanjut pada Januari dan Februari 2022.

BMKG menyebut wilayah Indonesia memiliki kondisi cuaca dipengaruhi interaksi benua Asia dan Australia sehingga perubahan cuaca di luar siklus bisa terjadi seketika dan mendadak.

"Artinya perkiraan itu bisa tiba-tiba berubah, karena ada sesuatu yang tiba-tiba berubah di tempat lain," kata Dwikorita.

Dwikorita mencontohkan kejadian banjir Jabodetabek pada Januari 2020 itu sebetulnya sudah terdeteksi seminggu sebelumnya. Namun kemudian intensitas hujan melampaui apa yang diperkirakan.

Sebab BMKG telah melakukan monitoring satelit permukaan air laut di Pasifik saat ini lebih dingin dari normalnya.

Sebaliknya, suhu permukaan air laut di kepulauan Indonesia lebih hangat dari biasanya. Ini menyebabkan tekanan udara di wilayah Pasifik lebih tinggi, dan Indonesia lebih rendah tekanan udaranya.

"Curah hujan yang harusnya turun dicicil dalam satu bulan, tapi karena pengaruh fenomena regional dan seruak udara, akhirnya volume curah hujan yang mestinya sebulan bisa turun dalam 24 jam," kata Dwikorita.

Karena itu, sangat penting memahami bencana itu terjadi karena lingkungan.

"Bagaimana tidak banjir kalau semua penuh dengan aspal dan beton, pohon-pohon ditebang, sehingga peresapan air yang seketika itu menjadi terhambat. Inilah yang mengakibatkan bencana apabila hujan lebat dalam beberapa jam, dan lingkungan tidak bisa seketika meresap karena kerusakan alam. Maka penghijauan menjaga kelestarian lingkungan sangat-sangat tepat untuk mengurangi risiko ketidakmampuan lingkungan untuk segera meresapkan air yang datang seketika," papar Dwikorita.