Jangan Buru-buru Melabelkan Fetish dalam Kasus 'Fetish Kain Jarik'

JAKARTA - Sosok Gilang ramai diperbincangkan di media sosial. Sebab, dia meminta orang lain membungkus diri menggunakan kain jarik dan jenis lainnya. Perilaku Gilang dilabelkan fetish oleh warganet.

Psikolog klinis dewasa, Nirmala Ika berpendapat, untuk memastikan seseorang dengan fetish tertentu, perlu pemeriksaan langsung oleh para ahli kesehatan.

"Harus ada pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan Gilang itu fetish atau bukan," ujar Ika saat dihubungi Antara, Jumat, 31 Juli.

Nirmala mengatakan, fetish pada dasarnya merupakan ketertarikan atau rangsangan secara seksual tapi pada organ-organ atau bagian tubuh yang non-seksual atau pada benda-benda yang non-seksual.

Dia mencontohkan, seseorang dengan fetish bisa terangsang ketika melihat ibu jari seseorang, rambut atau hidung seseorang. Dia juga bisa mendapatkan rangsangan ketika melihat benda-benda semisal sepatu, pakaian, sarung tangan dan lainnya, yang sebenarnya pada orang lain benda ini terasa biasa saja.

"Yang untuk orang lain pada umumnya mungkin hal-hal itu ya akan dilihat biasa saja," kata Nirmala.

Lebih lanjut, apakah seseorang dengan fetish bisa disebut mengalami penyimpangan seksual?

Menurut Nirmala, perilaku disebut penyimpangan seksual jika minimal selama 6 bulan terus terfokus pada fantasi dan membuat dia tidak bisa berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-harinya.

"Karena pikirannya fokus di situ, dan mulai melakukan tindakan-tindakan yang menganggu misalnya sampai mencuri, atau bahkan hingga melakukan tindakan kriminal yang lebih berat lagi demi mendapatkan obyek yang dia inginkan," jelas dia.

Lalu, dari sisi positif dan negatif, apa label yang tepat untuk fetish?

Nirmala mengatakan, hal ini sulit bisa dikategorikan karena bisa saja seseorang memiliki dorongan seksual pada benda-benda non-seksual, tetapi dia masih bisa menjaganya dalam ranah pribadi dia.

Dia juga bisa saja tidak menyakiti atau merugikan orang lain, sehingga orang lain tidak bisa serta merta menyebut fetish perilaku negatif.

"Apalagi lalu kita bandingkan dengan orang yang 'normal' tidak punya masalah penyimpangan seksual tapi melakukan pelecehan seksual atau bahkan pemerkosaan ke orang lain tanpa rasa bersalah," kata Nirmala.

Nirmala menyarankan, orang-orang tidak memberikan label pada seseorang tanpa adanya pemeriksaan klinis dari pakar yang kompeten.

"Jangan memberikan pelabelan ketika kita tidak benar-benar memahami apa yang terjadi, perlu pemeriksaan oleh orang-orang yang kompeten dengan persoalan tersebut sehingga dapat diberikan treatment yang tepat untuk orang tersebut," ujarnya.

Menurut dia, memberi label pada seseorang tanpa mengetahui kondisinya sama dengan merundung orang yang bersangkutan. Ini bisa berdampak pada sosok yang diberi label, termasuk membuat dia berperilaku semakin buruk.

"Itu jelas memberikan dampak kepada orang yang bersangkutan dan kadang seringkali malah membuat dia 'makin buruk' karena merasa marah dan tidak dipahami," kata dia.

Dari sudut pandang korban, Nirmala menilai pentingnya para korban mendapatkan penanganan dari orang-orang yang kompeten di bidangnya, karena ini bukan pengalaman yang mudah juga bagi sebagian orang.

"Jangan berikan stigma juga kepada mereka. Karena kita cenderung suka memberikan stigma pada orang lain misalnya pada korban pemerkosaan bahkan yang pada pasien COVID-19, yang kalau dipikir-pikir siapa sih yang mau mengalami itu semua," tutur Nirmala.

Nirmala menekankan, terlepas dari Gilang melakukan fetish atau bukan, seharusnya kasus ini bisa membantu masyarakat melihat kekerasan seksual bentuknya bukan pemerkosaan saja, melainkan ada juga bentuk-bentuk lainnya seperti eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kehamilan dan pemaksaan kontrasepsi.

Hanya saja, menurut dia, jenis kekerasan seksual belum dibahas di undang-undang negara.

"Kekerasan seksual bentuknya bukan pemerkosaan saja, ada bentuk-bentuk lain yang belum dibahas di UU negara kita yang sudah ada, itu sebabnya RUU PKS penting sekali untuk dikaji dan disahkan," kata dia.