Buruh Minta UMK 2022 Naik 10 Persen, Ketum Apindo Hariyadi Sukamdani: Hitungan Mengacu pada Aturan Mana?

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mempertanyakan dasar aturan yang dipakai oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) atas permintaan kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2022 di angka sekitar 7 persen sampai 10 persen.

"Soal besaran 7 persen atau berapa itu, itu mengacu pada aturan mana, dasarnya apa? Terus terang kami tidak tahu dasarnya apa," tutur Hariyadi, dalam konferensi pers secara virtual, Selasa, 2 November.

Menurut Hariyadi, penetapan UMK 2022 harusnya mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Hariyadi menjelaskan jika dilihat dari ketentuan yang mengatur besaran upah sebelum adanya kedua aturan tersebut, ada ketentuan soal Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diatur dalam Peraturan Menaker Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.

Namun, lanjut Hariyadi, karena sudah ada UU Cipta Kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021, tentu Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 itu tidak dipakai lagi. Menurut Hariyadi, jika mengacu pada aturan tersebut maka hasilnya tidak ada kenaikan upah.

"Kami menguji, ada 64 komponen, untuk Jakarta saja, hasilnya KHL-nya di bawah upah minimum. Tidak naik. Kita masukkan yang lain, wong inflasinya rendah, perekonomian juga malah nge-drop," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Dapenas RI) Adi Mahfudz, menjelaskan UMP merupakan domain pemerintah untuk menetapkan. Peningkatan UMP sampai 10 persen tentu tidak realistis. Apalagi dalam kondisi pandemi yang terjadi saat ini. Bahkan, pelaku usaha di beberapa sektor masih terdampak pandemi, dan dibutuhkan waktu 2-3 tahun untuk stabil.

Adi mengaku telah melakukan survei perhitungan upah minimum berdasarkan KHL di empat pasar di Jakarta. Berdasarkan uji petik di Pasar Senen, Pasar Koja, Pasar Cipinang, dan Pasar Sukapura, ditemukan bahwa rata-rata upah minimum berdasarkan 64 komponen KHL sebesar Rp3.646.919.

Lebih lanjut, Adi menekankan uji petik dilakukan bukan sebagai acuan atau dasar untuk menetapkan UMK. Namun, hanya untuk menyeimbangkan data yang dimiliki KSPI.

"KHL di pasar Senen itu Rp3.654.386, sedangkan di Sukapura dari 64 item KHL itu Rp3.593.746, pasar Koja Rp3.729.995, Cipinang Rp3.632.550, jika keempat pasar di DKI itu rata-rata kebutuhan hanya Rp3,6 jutaan. Itu jelas artinya jenjang kenaikan tahun berjalan itu 21 persen, itu terlalu tinggi," katanya.

Karena itu, kata Adi, kenaikan 7 hingga 10 persen sangat tidak mungkin. Selain itu untuk perhitungan UMP kali ini berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi masing-masing provinsi. Adi menyebut penetapan upah minimum akan diputuskan setelah data resmi dirilis BPS.

"Kita tidak bisa berasumsi karena harus berdasarkan inflasi daerah masing-masing. kita tunggu penetapan itu dari BPS. Komponen pertumbuhan ekonomi juga masih menunggu PDRB masing-masing regional," katanya.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bakal menggelar aksi unjuk rasa turun ke jalan untuk menuntut UMK sebesar 10 persen pada 26 Oktober. Aksi itu diikuti 1.000 pabrik di 24 provinsi, dan lebih dari 100 kabupaten/kota.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aksi unjuk rasa itu sebagai sikap awal buruh yang meminta kenaikan UMK tahun depan mencapai 7 hingga 10 persen. Karena berdasarkan hasil survei nya, rata-rata 60 item kebutuhan hidup layak (KHL) mengalami kenaikan.

"Dari survei ditemukan yang paling mengalami lonjakan kenaikan harga adalah transportasi, terutama angkot dengan pandemi sedikit sekali yang beroperasi jadi berpindah ke transportasi online sehingga biaya transport meningkat tajam. Terus harga bahan pokok juga meningkat rata-rata 7-10 persen," ucapnya.

Iqbal mengatakan jika aksi besok tidak direspons oleh pemerintah, maka pihaknya akan melakukan aksi yang lebih besar lagi dan tidak menutup kemungkinan akan berujung aksi mogok nasional dengan setop produksi.

"Ini adalah aksi awal buruh turun ke jalan. Kalau tidak didengar, itu akan ada aksi lanjutan dan puncaknya tidak menutup kemungkinan melakukan aksi pemogokan, setop produksi, tapi kita akan lihat perkembangannya," jelasnya.