Presiden Jokowi Sahkan Perpres Pajak Karbon, Indonesia Bidik Penurunan Emisi di 2030

JAKARTA - Presiden Joko Widodo disebutkan baru saja mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Hal ini menjadikan Indonesia penggerak pertama (first mover) penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar (market) di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Demikian siaran pers Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Selasa, 11 Februari.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan perubahan iklim akan menjadi tantangan global yang perlu ditangani secara bersama selain pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini.

Menurut dia, Indonesia menetapkan ambisi yang cukup tinggi sebagai negara berkembang yakni penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

“Ini dibuktikan dengan keputusan Indonesia meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC). Komitmen tersebut kemudian dipertegas menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional 2020 – 2024 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional,” ujar dia.

Sebagaimana diketahui bahwa untuk mendukung pencapaian target NDC, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan fiskal, yakni pemberian insentif perpajakan, alokasi pendanaan perubahan iklim di tingkat kementerian/lembaga, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).

Kemudian, inovasi-inovasi pembiayaan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Sustainable Development Goals (SDG) Indonesia One dan Green Climate Fund (GCF).

“Inovasi kebijakan terakhir yang ditempuh adalah implementasi pajak karbon melalui penetapan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP),” tuturnya.

Dikatakan jika implementasi tersebut telah menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang telah melaksanakan kebijakan pajak karbon ini di antaranya Inggris, Jepang dan Singapura. Bahkan, RI diklaim sebagai salah satu dari sedikit negara, bahkan yang terbesar di negara berkembang, yang akan mengimplementasikannya lebih dahulu.

“Pengenaan pajak karbon tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19. Pengenaan pajak karbon dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi,” tutup Febrio.