LAMPUNG - Peneliti Sosial Politik dari Universitas Lampung, Arif Sugiono mengatakan, telah muncul kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di wilayah Lampung. Dia meminta pemerintah untuk segera menindaklanjuti temuan itu.
"Temuan sejumlah lembaga riset resmi tentang radikalisme menempatkan Lampung di zona merah. Pemangku kepentingan Provinsi Lampung harus segera bersinergi," kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta dikutip dari Antara, Rabu, 29 Juni.
Dia mengungkapkan, mekanisme penanganan kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di Lampung belum strategis.
Sebab itu, Gubernur Lampung merupakan pemangku kepentingan yang paling relevan untuk memimpin sekaligus mensinergikan para pemangku kepentingan lain di Lampung.
"Penanganan kelompok intoleran di Lampung selama ini masih bersifat parsial. Tiap institusi bergerak sendiri-sendiri, belum bersinergi secara strategis,” ucapnya.
Lebih lanjut, dia juga mempertimbangkan aspek geografis Lampung yang bertempat tidak jauh dari Jakarta. Menurut Arif, letak Lampung yang dekat dengan Jakarta memudahkan kelompok radikal untuk beraksi di Jakarta.
“Secara geografis, Lampung relatif dekat dengan Jakarta sebagai pusat kekuasaan. Dengan demikian, ketika kelompok intoleran tersebut hendak melakukan mobilisasi massa untuk melakukan aksi ke Jakarta, tak perlu menempuh perjalanan jauh,” ucap dia.
Dengan demikian, dia mengusulkan agar pemerintah membentuk Forum Umat Beragama di tingkat Provinsi Lampung, yang juga perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.
“Melalui forum itulah dibangun apa yang disebut sistem peringatan dini dalam perspektif sosial. Masyarakat dimotivasi untuk melakukan deteksi dini, ketika ada pihak-pihak tertentu yang terindikasi intoleran dan atau melakukan aktivitas yang mengarah ke intoleran,” ujar dia.
Dalam hal ini, Arif berharap agar inisiasi tersebut datang dari Gubernur Provinsi Lampung selaku pimpinan tertinggi di Provinsi.
“Jika lokomotifnya gubernur, maka mekanisme sistem peringatan dini bisa dibangun, sejak dari tingkat rukun tetangga. Intinya, warga dimotivasi agar lebih peduli pada apa yang terjadi di sekitarnya, tanpa harus menggerus kearifan setempat yang sudah baik,” kata dia.
Ia berpandangan, penyebaran itu tidak hanya bisa terjadi melalui pesantren, tapi juga bisa berlangsung melalui lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan terpadu.
“Kurikulum di pesantren dan di lembaga pendidikan lain di Pulau Jawa relatif sudah terkontrol dengan baik, di Lampung belum demikian,” ucap dia.
BACA JUGA:
Bahkan, menurut dia, sebagian lembaga pendidikan di Lampung, tidak dikendalikan pemerintah.
"Baik kurikulum, isi pembelajaran, maupun kriteria tenaga pengajarnya, tidak dikendalikan pemerintah. Kondisi tersebut bisa memungkinkan terjadinya indoktrinasi terhadap anak-anak didik,” kata dia.