JAKARTA – Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menuai banyak pujian seusai debat perdana calon wakil presiden 2024, namun menurut pakar, substansi yang ia paparkan jauh panggang dari api.
Debat perdana Cawapres 2024 diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) digelar di Jakarta Convention Center (JCC) pada Jumat (22/12/2023) malam dan dihadiri tiga peserta yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD.
KPU mengangkat tema ekonomi kerakyatan, ekonomi digital keuangan, investasi, pajak, peragangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur, dan perkotaan pada debat perdana Cawapres semalam.
Sebelum debat, publik meragukan kemampuan Gibran menandingi dua rivalnya, Gus Imin dan Mahfud MD, dalam menyampaikan program-program kerja. Maklum, sepak terjang putra sulung Presiden Joko Widodo ini di kancah politik masih hijau.
Bungkam Peragu
Gibran belum genap tiga tahun memimpin daerah kelahirannya, Solo, sebelum akhirnya terjun ke Pilpres 2024. Lolosnya pria 36 tahun ini menjadi Cawapres nomor urut dua mendampingi Prabowo Subianto juga dipandang sebelah mata, karena dianggap mendapat karpet merah menyusul putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia Capres dan Cawapres.
Namun rupanya Gibran dianggap berhasil membungkam para peragu melalui visi misi serta gagasannya dalam debat Cawapres. Gibran juga dinilai menguasai materi dengan baik menurut Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno.
"Bagi saya ini membantah mitos Gibran nggak bisa debat, ini menghancurkan persepsi bahwa Gibran itu tidak mau bisa melayani perdebatan perdebatan para senior, Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD," kata Adi.
Gibran memang tampil cukup percaya diri menghadapi Cak Imin dan Mahfud MD yang memiliki pengalaman politik lebih lama. Kata Adi, Gibran ‘membayar lunas’ cibiran masyarakat yang ditujukan kepadanya.
"Saya nggak tahu sebenarnya mungkin Gibran ini orang dalam, bagian dari pemerintahannya Pak Jokowi, data-datanya setiap sesi itu agak sedikit terukur dan efektif. Tapi overall, Mas Gibran bisa tunjukkan ke semua orang bahwa persoalan umur, persoalan MKMK yang selama ini digaduhkan, persoalan tidak hadir dalam sejumlah diskusi yang diadain oleh kampus dan civil society, malam hari ini itu dibayar lunas oleh Gibran, cukup tampil bagus dan paten," kata Adi lagi.
Memaksakan Statement
Direktur Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah sepakat bahwa Gibran Rakabuming Raka tampil mengejutkan dalam debat Cawapres. Tapi ia tidak terkesan pada performa Gibran, yang menurutnya terkesan memaksakan statement dan tidak fokus.
Dedi menilai Gibran cakap dari sisi pemaparan atau teori, yang justru memberikan kesan bahwa ia hanya menghafal materi yang diberikan timnya.
Dedi memberikan contoh ketika Gibran bicara mengenai investasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, sementara menurut Mahfud MD investor IKN baru sekadar janji, bukan implementasi.
“Gibran cukup mengejutkan dalam debat Cawapres, bahkan cenderung menggurui Mahfud MD dan Muhaimin, memang paparan yang ia sampaikan cukup bagus dari sisi argumen, tapi jika diperhatikan justru Gibran terkesan memaksakan statement dan tidak fokus,” kata Dedi melalui pesan singkat kepada VOI.
Dedi justru memberikan apresiasi kepada Muhaimin Iskandar, yang sejak berakhirnya debat menjadi bulan-bulanan warganet karena tak mampu menjawab satu pertanyaan Gibran mengenai SGIE.
SGIE merupakan singkatan dari State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report atau Laporan Indikator Ekonomi Islam Global yang dirilis Dinar Standard, di Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis (31/3/2022).
Menurut Dedi, gagasan yang disampaikan Ketua PKB ini justru lebih praktis dan tidak berlebihan dalam mengutarakan visi misi.
另请阅读:
“Secara umum, jika perlu memberi nilai, Mahfud jauh lebih unggul dan jelas, ia membawa misi pertumbuhan ekonomi melalui pemberantasan korupsi, ini benar dan sesuai realitas,” ujar Dedi lagi.
“Lalu Muhaimin sedikit di bawah Mahfud, kelemahan Muhaimin adalah kedalaman gagasan, ia belum cukup berani dan tegas dalam paparan,” imbuhnya.
Sebagai penutup, Dedi menuturkan: “Gibran hanya bagus dalam hal pemaparan dan provokasi, dari sisi subtansi justru jauh panggang dari api.”