Bagikan:

JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak DKI Jakarta yang akan digelar pada 27 November 2024 mendatang berpotensi hanya diikuti satu pasangan atau pasangan calon tunggal yang akan melawan kotak kosong. Menyusul tak terbentuknya koalisi PKS yang telah mendeklair pasangan Anies Baswedan dan Sohibul Iman (AMAN) sampai tenggat yang ditetapkan.

Fenomena Kotak kosong memang sering terjadi di ajang Pilkada Serentak. Laporan KPU Pusat untuk pilkada tingkat kabupaten 2020 terdapat sebanyak 28 daerah yang memiliki pasangan tunggal. Meski telah dilakukan penundaan. Masih terdapat 25 daerah yang hanya diikuti satu pasangan tunggal hingga harus melawan kotak kosong. Jumlah perlawanan kotak kosong dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Kotak kosong seringkali dianggap sebagai keuntungan bagi pasangan calon tunggal, kareena maju kontestasi tidak ada lawan tandingnya. Hal itu seolah ada pemilihan. Tapi hal itu sebenarnya sebagai cerminan kemunduran demokrasi, karena di sana tak terjadi adu gagasan yang dingin diketahui para pemilih.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyediakan mekanisme ini jika diikuti satu pasangan calon Cagub dan wakil cagub, calon bupati dan wakil Bupati, calon pasang Walikota dan Wakil walikota.

Melihat perkembangan terjadi di Pilkada Jakarta juga berpotensi terjadi kotak kosong. Sebab Hingga saat ini kandidat PKS yakni pasangan Anies Baswedan dan Sohibul Iman (AMAN) dideklarasikan 25 Juli lalu namun hingga tenggat 4 Agustus ini belum berhasil menggenapkan jadi 22 Kursi, sebagai syarat maju menjadi calon.

Karena tak terpenuhi tenggat tersebut PKS menyatakan melangkah mengambil Skenario kedua. yakni membuka ruang ke Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang artinya meninggalkan Koalisi yang pernah dibentuk saat mengusung pasangan Anies- Muhaimin (AMIN) dalam Pilpres 2024 ,bersama sebelumnya, Nasdem dan PKB.

Mereka menyeberang ke kubu koalisi KIM. Dimana kita tahu di kubu lawan itu telah menyiapkan Ridwan Kamil sebagai pilihan di pilkada DKI Jakarta. Itu artinya peluang Anies maju di Pilkada Jakarta semakin tertutup.

Menanggapi kondisi ini Anies yang notabene petahana Gubernur DKI Jakarta mengatakan menghormati putusan PKS. “Saya akan menghormati putusan, sebagaimana saya menghormati putusan yang kemarin,” kata Anies di Jakarta International Stadium, Jakarta Utara, Jumat, 10 Agustus 2024. Meski menurut Anies, hingga saat ini PKS, secara mengalihkan dukungannya di Pilgub Jakarta.

Hingga praktis hanya Ridwan Kamil tercatat sebagai calon Gubernur di DKI Jakarta yang maju, yang dikabarkan akan disangan Dengan Suswono, mantan Menteri Pertanian jaman SBY dari PKS.

Sepertinya ada tukar posisi Ridwan Kamil yang OTW ke Jakarta dengan Dedi Mulyadi dari Gerindra. Padahal sebelumnya RK digadang maju sebagai Gubernur Jawa Barat, dan posisinya akan diisi Dedi Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta yang juga pernah di Golkar.

Ridwan Kamil sepertinya disiapkan untuk menghadapi lawan tanding Anies di DKI Jakarta. Namun dengan berbeloknya PKS ke koalisi KIM pupus sudah harap Anies berlaga di Pilkada DKI. Sehingga Kemungkinan Ridwan Kamil akan akan menghadapi kotak kosong.

Ridwan Kamil. (Foto: Instagram@ridwankamil)
Ridwan Kamil. (Foto: Instagram@ridwankamil)

Berharap Calon dari PDIP

Sekarang Publik menunggu sikap PDIP yang tak membiarkan kotak kosong dan menyiapkan calon sendiri di Pilkada DKI. Sebelumnya Ketua DPP PDIP, Said Abdullah menegaskan PDIP akan menyiapkan lawan RK. Namun kursi PDIP hanya 15 kursi, hingga perlu menggandeng Partai lain. "Pihaknya tengah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak," ujarnya kemarin.

Hanya saja posisi PDIP saat tengah terpojok setelah Sebagian besar Partai rombongan ke koalisi KIM. Praktis tersisa partai Nasdem dan PKB yang kabarnya juga telah merapat di kubu KIM dan dua partai kecil Perindo dan partai PPP yang hanya memiliki 2 suara.

Yang mungkin bagi PDIP adalah merayu Nasdem dan PKB yang masih mengambang di Koalisi KIM. Muhaimin misalnya masih menolak disebut KIM Plus yang dicetuskan Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco soal kemungkinan bergabungnya PKB dan Nasdem ke KIM. Sehingga kuat kemungkinan PDIP bisa bergandengan dengan mereka.

Namun demikian Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno, untuk menggaet ini PDIP harus memiliki tawaran yang lebih menarik dibanding KIM. Bersama KIM artinya mereka bersama pemerintah,yang berpeluang mendapat Menteri dan posisi lain di pemerintahan.

Menurut Adi lain itu juga menimbang seberapa kuat calon yang akan diusung akan menang. Sehingga mereka tertarik. Syarat lainya tentu soal kesanggupan menyediakan logistic. Di mana Jakarta akan butuh lebih besar dibanding daerah lain.

Sementara, jika PDIP tidak mendapatkan partai teman, tak bisa mengajukan calon, karena hanya memiliki 15 suara. Sehingga harus dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kota kosong di Pilkada Jakarta. Sehingga pilihan PDIP harus mengkampanyekan kotak kosong bisa menang dai calon yang ada.

Menanggapi munculnya fenomena kotak kosong ini, Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini mengatakan fenomena kotak kosong di Pemilu 2024 ada tendensi baru. Menurutnya ada fenomena tukar guling antar partai. Karena ada kepentingan di daerah tertentu dia menukar calonnya. Pada akhirnya yang jadi korban adalah pemilih karena ada keterputusan antara yang kehendaki pemilih dengan kehendak parpol.

Soal kotak koson ia menyarankan harus ada upaya hukum progresif yang dimungkinkan oleh UU. Selama ini fasilitasi kampanye hanya untuk calon tunggal. Seolah olah KPU hanya mempromosikan calon tinggal. Padahal Kotak Kosong juga pilihan sah publik, sehingga diperbolehkan orang berkampanye untuk kotak kosong.

Selain berharap pada PDIP yang mencalonkan calonna. Sebenarnya ada calon dari jalur menjadi cagub dan wagub Independen yang masih berjuang menggenapi persyaratan untuk mendaftar yakni pasangan Dharma Porengkun-Kun Wardana Abyoto. Saat ini masih menanti tahap verifikasi faktual kedua oleh KPU yang hasilnya akan selesai pada 29 Agustus. Jika pasangan ini lolos tentu tidak terjadi kotak kosong. Namun pasangan calon ini sepertinya tidak masuk hitungan, karena beratnya syarat yang harus ditempuh sebagai calon independen.

Namun menurut Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, peluang calon tunggal jalur independen untuk menang di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2024 sangat tipis.