Bagikan:

JAKARTA - Judi online yang menjangkiti masyarakat sangat meresahkan. Sudah banyak efek buruk judi online yang diberitakan. Mulai kasus KDRT, perceraian,epresi hingga kasus bunuh diri. Terakhir, kasus istri membakar suami hingga tewas akibat perjudian di Mojokerto, Jawa Timur.

Maraknya perjudian online yang sudah menjangkiti banyak lapisan masyarakat mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Keppres Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satgas Pemberantas Judi Daring.

Pembentukan Satgas ini diharapkan menyudahi berkembangnya penyakit masyarakat itu. Apalagi diketahui penyakit itu sudah menjangkiti anak-anak. Para bandar menggunakan strategi menurunkan nilai deposit sekecil mungkin agar menjangkau kalangan anak-anak dan kalangan tak berduit. Dengan modal taruhan 5.000 hingga 10.000 orang bisa berjudi online. Bahkan tidak perlu mentransfer dana, mereka bisa menggunakanbe pulsa HP mereka bisa bermain judi slot.

Meluasnya pasar judi online yang mudah dan murah mengakibatkan nilai perputaran uang yang diraup bandar judi online meningkat tajam dari tahun ke tahun. Menurut Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah jumlah uang beredar terindikasi judi online telah mencapai Rp600 triliun. “Data diperoleh PPATK dari pemantauan dan analisis sejak 2017 hingga 2024,” katanya kepada Voi, 23 Juni.

PPATK juga melaporkan selama tahun 2022 sampai 2023, jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam permainan judi online mencapai 3.295.310 orang. PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi atas 3.236 rekening, dengan total saldo yang dihentikan transaksinya mencapai Rp138 miliar. Perputaran dana, yang meliputi uang taruhan, pembayaran kemenangan, transfer antarjaringan bandar, serta transaksi yang ditengarai sebagai pencucian uang oleh jaringan bandar saat ini mencapai Rp600 triliun.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan sekaligus Ketua Satgas Judi Online, Hadi Tjahjanto saat mengumumkan anggota Satgas Pemberantasan menyebut Satgas akan melakukan tiga operasi. Pertama, menindaklanjuti temuan PPATK tentang pemblokiran sejumlah rekening terindikasi judi online.

Kedua, berkaitan dengan jual beli rekening. Menurut Hadi, modusnya telah diketahui Dengan mengerahkan orang masuk ke desa-desa membujuk orang, dengan dalih akan dibuatkan rekening secara instan meminjam KTP warga dengan imbalan tertentu. Lalu para pengepul menyerahkan rekening itu kepada para bandar, para bandar menggunakan rekening untuk mengumpulkan dana judi agar tidak terlacak karena identitas dan kepemilikan rekening itu atas nama orang.

Sasaran Operasi Satgas ketiga, adalah penelusuran judi online dengan modus pembelian top up token judi online melalui toko-toko dan supermarket Penelusuran Voi, di internet juga banyak ditemukan penjualan nomor rekening beserta kartu ATM, hingga buku tabungan berbagai bank. Penjualan ditemukan di grup-grup Facebook. Dijual secara terbuka, bahkan penjual menyertakan nomor yang bisa dihubungi. Mereka memasang harga antara Rp100 ribu hingga Rp450 Ribu per nomor.

Pembentukan Satgas Judi ini juga didorong data semakin meningkat pengakses situs judi. Situs dan publikasi judi sudah menjangkau anak-anak usia di bawah 10 tahun, bahkan jumlahnya mencapai 80 ribu anak.

Bahkkan pengakses judi didominasi oleh kalangan menengah ke bawah nilai taruhan dari Rp10 ribu-Rp100 ribu mencapai 2,37 juta atau 80 persen. Sedang klaster menengah ke atas dengan nilai taruhan Rp100 ribu sampai Rp40 miliar mencapai 20 persen.

Menanggapi pembentukan Satgas Judi ini, Pakar Keamanan Cyber, Pratama Persada, menilai langkah yang pemerintah itu sudah tepat sebab selama ini langkah pemberantasan judi dilakukan secara sendiri sendiri dengan tupoksi masing-masing. Dengan pembentukan satgas ada yang mengorkestrasi kegiatan.

Ikuti Alur Uangnya dan Tangkap Bandar Besarnya!

Pakar TPPU dari Tri Sakti, Yenti Garnasih, mengatakan aksi judi online selama ini sebenarnya telah terdeteksi. Sejak Kasus Ferdy Sambo sudah terdeteksi ada judi, Aliran uang terdeteksi dan ada judi, juga di perbankkan sudah terdeteksi.

Menurut Yenti, sudah ada UU yang bisa menjerat pelaku judi. TPPU juga harusnya sudah bisa berjalan, para bandar bisa jerat melalui lalu lintas uangnya. Melalui TPPU pelaku bisa dirampas atau dimiskinkan.

OJK juga bisa memblokir rekening. Apalagi sejak Oktober lalu Indonesia resmi masuk anggota Financial Action Task Force (FATF) sebagai organisasi untuk standar global keuangan dalam mencegah dan memerangi pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, serta hal-hal lain yang mengancam integritas keuangan global.

Ditambahkan Pratama yang juga Chairman CISSReC, penanganan judi online secara siber, sebetulnya tidak terlalu sulit.Pemblokiran yang dilakukan Kominfo sebenarnya kurang tepat. Sebab yang diblokir hanyalah landing page dari situs judi online, dimana situs tersebut hanya dipergunakan untuk informasi terkait promosi serta metode serta informasi rekening untuk melakukan deposit serta withdrawal. Di situs itu meskipun juga dipergunakan untuk melakukan aktivitas judi online. Namun server platform situs judi online sebetulnya tidak berada di landing page itu. Sehingga yangharus  Kominfo lakukan melacak IP Address server platform judi online tersebut dan memblokirnya.

Dari hasil penelusuran CISSReC, pada satu server permainan judi online terhubung sampai 500 landing page yang berbeda, Ini membuktikan meskipun landing page serta operator atau bandar kecil dan nama situs judi online yang berbeda namun menggunakan server permainan yang sama. Server ini yang seharusnya di blokir oleh pemerintah, bahkan jika memungkinkan melakukan kerjasama dengan Interpol untuk menyita fisik server.

Dengan pemblokiran IP Address dari server atau bahkan penyitaan fisik menyebabkan judi online yang sedang berlangsung berhenti dan diharapkan dapat mengurangi kenyamanan bermain. “ Sehingga bisa mengurangi minat para penjudi online untuk bermain kembali, karena permainan akan sering terputus jika IP server di blokir atau fisik server disita oleh Interpol., “ ujarnya kepada Voi, Senen 24 Juni.

Namun banyak pihak yang menyangsikan keberhasilan pembentukan Satgas Pemberantasan Judi ini. Salah datang dari adalah Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso. "Satgas diberikan Waktu 3 bulan untuk menyelesaikan masalah ini, kita lihat setelah Waktu itu apakah perjudian online akan ada perubahan," ujarnya, saat berdialog dialog dengan Patrice Rio Capella, Kamis Pekan lalu.

Menurut Sugeng pembentukan Satgas diartikan sebagai teguran kepada Polisi, tetapi teguran secara terbuka. Jadi polisi telah punya perangkat seperti UU KUHP Pasal 303 dan UU ITE, tapi tidak bisa menyelesaikan persoalan itu, Sehingga dikeluarkan Keppres. Padahal UU lebih tinggi dari Keppres. "Mereka kok bekerja sudah ada UU kok ini gak selesai selesai," katanya.

Efektifitas pembentukan Satgas Judi Diragukan bisa memberantas judi online di negeri ini. Sebab kita tahu pelaksanaan perang terhadap judi online sejak 2023. Namun justru memperlihat peningkatan jumlah pemain judi.

Itu menandakan apa yang dilakukan lembaga seperti Kominfo, OJK, dan PPATK belum dapat, menghentikan aksi perjudian online selama ini. Padahal masing masing Lembaga telah dilengkapi instrumen perundangan.

Menjadi pertanyaan banyak pihak mengapa adanya UU ITE, judi online justru meningkat setiap tahun. Hal itu juga jadi pertanyan anggota DPR dari PKS, Sukamta, yang mengeluhkan kinerja Kominfo dalam memberantas judi online. Padahal DPR telah memberikan kewenangan dan kekuasan lebih kepada Kominfo dengan kehadiran UU ITE Terutama UU ITE hasil revisi dibuat untuk lebih leluasa dalam memberantas judi online.

Menjawab tentang persoalan judi ini pendakwa agama yang juga mantan pemain judi, Dennis Lim mengatakan kalau pemerintah mau menutup judi online, tak perlu Waktu lama, "Sehari saja bisa dilakukan. Tapi itu ada kue yang terlalu besar kalau mau ditutup, ada pihak yang merasa sayang terutama buat orang yang cari duit disitu," ujarnya saat dialog dengan Tina Harahap, di Fakta. ***