Bagikan:

Kita telah menelusuri sengkarut pengelolaan limbah medis dari hulu ke hilir. Namun seperti kata pepatah: lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Inilah artikel pamungkas dari Tulisan Seri khas VOI, "Kritis Limbah Medis". Tentang solusi mengurangi limbah medis.

Banyak hal bisa kita lakukan untuk mengurangi limbah medis infeksius di tengah pandemi COVID-19. Mulai dari pihak rumah sakit sampai rumah tangga semuanya bisa turun tangan. 

Seperti dijelaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pedomannya, ada banyak cara untuk mengurangi limbah medis secara signifikan, baik yang berasal dari rumah tangga maupun fasilitas kesehatan. Pertama adalah pengurangan sumber, seperti pembatasan pembelian dengan memiliki metode yang lebih efisien atau tidak melakukan pemborosan. 

Namun di tengah pandemi COVID-19 seperti ini, sulit jika benar-benar harus membatasi penggunaan produk perlindungan diri. Jika memungkinkan, WHO menyarankan agar membeli produk yang dapat didaur ulang, baik yang bisa didaur ulang di dalam atau di luar tempat pengolahan. Pemilahan limbah secara hati-hati ke dalam beberapa kategori juga membantu meminimalkan jumlah limbah medis.

Minimalisasi limbah medis biasanya juga menguntungkan penghasil limbah seperti mengurangi biaya pembelian barang dan pengolahan serta biaya pembuangan limbah. Untuk itu, minimalisasi pembuangan limbah berbahaya dengan mengurangi penggunaan merupakan langkah tepat. 

Tak terkecuali bagi para tenaga kesehatan (nakes). Ada caranya tentu. Para nakes perlu dilatih dalam meminimalkan limbah dan pengelolaan bahan berbahaya. 

Selain itu, WHO juga menyarankan penggunaan kembali atau daur ulang yang aman untuk limbah medis. Beberapa peralatan medis yang digunakan dalam suatu instansi perawatan kesehatan mungkin bisa digunakan kembali, asalkan dirancang untuk tujuan tersebut dan tahan proses sterilisasi. Item tersebut antara lain benda tajam tertentu seperti pisau bedah, spuit, botol kaca, dan wadah. 

Setelah digunakan, barang-barang tersebut dikumpulkan secara terpisah dari barang yang tidak dapat digunakan kembali. Kemudian dicuci dengan hati-hati dan disterilkan.

Ilustrasi (Nareeta Martin/Unsplash)

Sterilisasi harus dilakukan sangat hati-hati. Bisa dengan sterilisasi kering yaitu paparan panas 160 derajat Celsius selama 120 menit atau 170 derajat Celsius selama 60 menit dalam oven poupinel. Untuk sterilisasi basah, bisa dengan paparan uap pada 121 derajat Celsius selama 30 menit dalam autoklaf.

Selain itu, kunci untuk meminimalkan dan pengelolaan limbah medis yang efektif adalah pemilahan sampah. Sesuai penanganan, pengolahan, dan pembuangan limbah menurut jenisnya mengurangi biaya dan berperan banyak untuk melindungi kesehatan masyarakat. 

Pemilahan harus menjadi tanggung jawab penghasil limbah, entah itu rumah tangga atau dari fasilitas kesehatan. Pemilahan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat limbah dihasilkan dan harus dipelihara tempat penyimpanannya. Oleh sebab itu, kerap terdapat aturan yang menyatakan bahwa bekas masker atau sarung tangan atau alat perlindungan lainnya ditaruh di kantong tertentu guna mempermudah identifikasi.   

Selain itu, departemen pengadaan barang dalam suatu fasilitas kesehatan juga harus mempertimbangkan jumlah dan toksisitas limbah yang dihasilkan oleh produk tertentu sebelum membelinya. Misalnya, produk yang mengandung PVC, merkuri, perak, atau bahan beracun lainnya harus dihindari sebisa mungkin. Peralatan hingga perangkat medis yang dapat disterilkan dan digunakan kembali dengan aman harus menjadi tren daripada yang sekali pakai. 

Pemilihan produk dengan kemasan yang lebih ringan atau lebih mudah didaur ulang dapat membuat perbedaan nyata pada keseimbangan antara limbah yang hanya bisa dibuang dan yang dapat dijual untuk didaur ulang. Fasilitas kesehatan harus mengembangkan kebijakan pengadaan dengan mempertimbangkan minimalisasi limbah. 

Produk toksisitas rendah harus diuji coba untuk memastikan produk tersebut andal dan mudah digunakan. Kemudian ditambahkan ke kebijakan pembelian melalui keputusan komite pengelolaan limbah atau struktur pengambilan keputusan lainnya.

Ilustrasi (Alexroma/Pixabay)

Digunakan kembali

Kebijakan seperti ini salah satunya diterapkan di Amerika Serikat (AS). Koalisi tenaga kesehatan di AS Healthcare Coalition for Emergency Preparedness melaporkan produsen peralatan sterilisasi limbah medis, San-I-Pak yang ada di California mulai mensterilkan APD sekali pakai dengan autoklaf besar. 

Cara ini awalnya dilakukan saat banyak petugas kekuarangan APD. Namun cara ini berlanjut untuk mengurangi limbah terutama limbah medis padat. 

"Rumah sakit California mencoba untuk mengatasi kurva kekurangan APD," ​​kata Darrell Henry, Direktur Eksekutif Koalisi Perawatan Kesehatan untuk Kesiapan Darurat. "Mensterilkan APD di tempat di rumah sakit dapat membantu negara kita melewati krisis ini."

Hasil pengujian menunjukkan autoklaf skala besar ini efektif dalam mensterilkan jenis masker bedah tertentu, baju isolasi, dan pelindung mata agar dapat digunakan kembali. APD yang dibuat dari kain atau linen, polikarbonat, dan polipropilen ditentukan sesuai untuk sterilisasi uap di peralatan San-I-Pak. 

Bagi kota atau rumah sakit yang tidak memiliki alat sterilisasi, terdapat unit keliling yang ada di trailer yang dapat diangkut dengan truk ke lokasi mana pun dengan ruang datar seukuran kontainer pengiriman. Unit tersebur juga dapat digunakan untuk memproses sterilisasi APD ketika terdapat lonjakan pasien, yang secara dramatis biasanya meningkatkan limbah medis.

Infografik (Raga Granada/VOI)

Kontribusi warga

Selain di tempat pelayanan kesehatan, upaya mengurangi limbah medis infeksius juga perlu dilakukan di rumah-rumah. Sebab pada masa pandemi ini hampir semua orang mengenakan APD seperti masker sampai sarung tangan plastik sekali pakai. 

Karena limbah medis dari rumah tangga tidak sebanyak dari fasilitas kesehatan, tindakan minimisasi lebih mudah. Masyarakat bisa menggunakan masker kain yang bisa digunakan berkali-kali. 

Selain itu, penerapan pembuangan masker sekali pakai juga perlu diperhatikan. Seperti dipisah dari sampah biasa atau digunting agar tidak digunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab. 

"Kalau untuk meminimalisir yang dianjurkan oleh pemerintah sejauh ini masih menggunakan masker ulang. Hal lainnya yakni penerapan pembuangan masker sekali pakai dilakukan secara bijak," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Tubagus Soleh Ahmadi saat dihubungi VOI

Lalu apabila menggunakan masker sekali pakai, Tubagus bilang sebelum bilang penting untuk merusaknya terlebih dahulu. "Setelah memakai (masker) dirobek atau digunting, dikemas dengan rapi kemudian disimpan pada boks khusus, boks khusus inilah yang perlu perhatian lanjut dari pemerintah," katanya. 

Seperti yang sudah kami bahas sebelumnya, Kementerian LHK telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat jika limbah yang digunakan untuk isolasi mandiri diperlakukan seperti limbah B3. Sementara untuk limbah medis dari rumah tangga, pemerintah daerah seyogyanya menyediakan boks atau kotak untuk sampah masker, yang juga disediakan di ruang publik. 

Ikuti Tulisan Seri Edisi Ini: Kritis Limbah Medis