JAKARTA – Pemadaman enam jam Facebook pada Senin 4 Oktober menunjukkan betapa besar dampak yang ditimbulkan jika hanya mengandalkan beberapa pemain besar dalam platform dan aplikasi perpesanan. Kasus itu juga menggarisbawahi perlunya lebih banyak persaingan, kata kepala antimonopoli UE, Margrethe Vestager, pada Selasa, 5 Oktober.
Pemadaman tersebut membuat 3,5 miliar pengguna platform itu gagal mengakses media sosial dan layanan pesannya seperti WhatsApp, Instagram, dan Messenger. Ini menjadi kasus pemadaman terbesar yang pernah dilacak oleh grup pemantau web Downdetector.
#facebookdown tells 2 things :
1/ we need alternatives & choices in the #tech market, and must not rely on a few big players, whoever they are => that's the aim of #DMA
2/ that sometimes, there’s nothing better than talking to each other… just on the phone or … offline😊
— Margrethe Vestager (@vestager) October 5, 2021
Pemadaman itu telah membuat banyak pengguna beralih ke aplikasi pesaing seperti Twitter, Telegram dan TikTok pada Senin, 4 Oktober. Beberapa karyawan Facebook yang menolak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters bahwa mereka percaya bahwa pemadaman itu disebabkan oleh kesalahan internal dalam bagaimana lalu lintas internet dialihkan ke sistemnya.
“Insiden itu menunjukkan perlunya lebih banyak kompetisi,” kata Vestager di Twitter.
"Kami membutuhkan alternatif dan pilihan di pasar teknologi, dan tidak boleh bergantung pada beberapa pemain besar, siapa pun mereka, itulah tujuan DMA," tweetnya.
BACA JUGA:
Vestager tahun lalu mengusulkan rancangan aturan yang dikenal sebagai Digital Markets Act (DMA) yang menetapkan daftar yang harus dan tidak boleh dilakukan untuk Amazon, Apple, Facebook dan Google yang pada dasarnya akan memaksa mereka untuk mengubah model bisnis inti mereka untuk memungkinkan lebih banyak persaingan.
Anggota parlemen UE dan negara-negara UE sekarang memperdebatkan proposal mereka sendiri dan perlu merekonsiliasi tiga rancangan sebelum aturan teknologi mulai berlaku.
Di Indonesia, seharusnya pemahaman yang sama muncul. Pemerintah sudah sepantasanya memikirkan atau mencari cara alternatif jika Whatsapp gagal bekerja dengan baik. Pemerintah harus bisa mendorong aplikasi dan platform perpesanan asli Indonesia untuk tumbuh dan berkembang.
Selain sebagai alternatif, aplikasi ini juga menjadi flagship bagi dunia digital Indonesia di mata internasional.