11 Fenomena Astronomi di Bulan Juli, Dari Matahari di Atas Ka’bah Hingga Hujan Meteor
Beragam fenomena alam yang terhubung dengan Matahari akan terjadi di bulan Juli ini (foto: Tony Mucci / Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Bulan Juni lalu para penggemar astronomi disuguhkan dengan berbagai fenomena langit, yang salah satunya paling menarik yakni gerhana matahari cincin pada 10 Juni lalu. Kini di bulan Juli tidak luput berbagai fenomena langit juga dapat disaksikan.

Tentu saja fenomena di bulan ini tak kalah menarik, ada fenomena Matahari di Atas Ka’bah, dan terdapat juga komet yang melintas serta hujan meteor dalam dua hari berturut-turut. Untuk lebih jelasnya, berikut VOI rangkum 11 fenomena langit yang perlu Anda ketahui.

1. Elongasi Barat Maksimum Pada Merkurius - 5 Juli

Dijelaskan peneliti Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Andi Pangerang pada 5 Juli mendatang, planet Merkurius mencapai sudut elongasi barat terjauh.

Fenomena ini akan mencapai puncaknya pada pukul 02.43 pagi waktu setempat. Inilah saat terbaik untuk melihat Merkurius.

Fenomena ini dapat dilihat dari arah Timur-Timur Laut dekat konstelasi Taurus atau 20 derajat dari cakrawala timur. Meskipun kasat mata dengan magnitudo 0,3, Anda perlu menggunakan teleskop untuk melihatnya, karena planet ini akan terlihat seperti bintik kecil.

2. Fenomena Apoge Bulan - 6 Juli

Pada 6 Juli, terdapat fenomena Apoge Bulan. Apoge Bulan adalah konfigurasi ketika Bulan terletak paling jauh dengan Bumi. Hal ini disebabkan oleh orbit Bulan yang berbentuk elips dengan Bumi terletak di salah satu titik fokus orbit tersebut.

Sedangkan, Perige Bulan yang akan terjadi akhir Juli nanti berlangsung setiap rata-rata 27,32 hari dengan interval dua Apoge Bulan yang berdekatan bervariasi antara 26,98–27,90 hari.

Rentang yang lebih sempit dibandingkan dengan perige disebabkan karena Bulan juga bersama-sama dengan Bumi mengelilingi Matahari. Sehingga, ketika Perige, akan mengalami perturbasi lebih besar dengan Matahari dibandingkan ketika Apoge.

Apoge Bulan di bulan Juli 2021 terjadi pada 5 Juli pukul 21.53.19 WIB. Sehingga, Apoge Bulan ini baru dapat disaksikan dari arah Timur-Timur Laut dekat konstelasi Taurus sekitar pukul 02.45 WIB/WITA/WIT, berkulminasi di arah Utara pukul 08.45 WIB/WITA/WIT dan kemudian terbenam di arah Barat-Barat Laut pukul 14.45 WIB/WITA/WIT. 

Bulan berjarak 405.308 km dari Bumi (geosentrik) dengan iluminasi 17,3 persen (sabit tua) ketika Apoge.

3. Aphelion Bumi - 6 Juli

Berbarengan dengan Apoge Bulan di hari yang sama. Aphelion adalah fenomena ketika Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari. Hal ini disebabkan oleh orbit Bumi yang tidak lingkaran sempurna melainkan elips dengan kelonjongan 1 per 60 yang mana Matahari berada di salah satu dari kedua titik fokus elips tersebut.

Sehingga, setiap tahunnya Bumi akan berada pada titik terdekat Bumi yang jatuh pada awal Januari dan titik terjauh Bumi yang jatuh pada awal Juli.

Aphelion tahun ini akan terjadi pada 6 Juli 2021 pukul 05.27 WIB, 06.27 WITA dan 07.27 WIT pada jarak 152.100.527 km. Dampak ke Bumi tidaklah signifikan karena radiasi Matahari terdistribusi sempurna untuk semua belahan Bumi. 

Secara optis, diameter tampak Matahari akan lebih kecil 1,68 persen dari rata-rata yakni sebesar 15,73 menit busur.

4. Konjungsi Bulan-Merkurius - 8 Juli

Puncak konjungsi Bulan-Merkurius di bulan ini jatuh pada pukul 11.38 WIB, 12.38 WITA dan 13.38 WIT dengan elongasi 3,7 derajat. Sehingga, fenomena ini dapat disaksikan dari arah Timur-Timur Laut dekat konstelasi Taurus sejak pukul 04.30 WIB/WITA/WIT selama 60 menit.

Waktu terbaik fenomena ini terjadi pada pukul 05.00 WIB/WITA/WIT. Kecerlangan Merkurius +0,1 dengan lebar sudut 7,29” sedangkan iluminasi Bulan 3,3 persen (sabit tua).

5. Fase Bulan Baru - 10 Juli

Fase Bulan Baru kali ini terjadi pada 10 Juli pukul 08.16.33 WIB, 09.16.33 WITA dan 10.16.33 dengan jarak 404.245 km dari Bumi (geosentrik) dan terletak di konstelasi Taurus.

Kondisi langit pada 10 Juli ketika senja, Venus dan Mars sudah condong ke arah Barat hingga kemudian terbenam di arah Barat masing-masing pada pukul 19.45 dan 19.50 WIB/WITA/WIT. Merkurius terlihat sejak pukul 04.30 WIB/WITA/WIT selama 60 menit dari arah Timur-Timur Laut.

Sementara itu, ketinggian Bulan di Indonesia ketika terbenam Matahari bervariasi antara +2,36 derajat hingga +4,26 derajat dengan sudut elongasi terhadap Matahari bervariasi antara 4,25 derajat hingga 5,35 derajat sehingga Bulan cukup sulit diamati meskipun dengan alat bantu.

Sedangkan, Saturnus baru dapat dilihat sejak pukul 19.20 WIB/WITA/WIT, kemudian menyusul Jupiter yang baru terbit pada pukul 20.45 WIB/WITA/WIT dan kedua planet raksasa ini dapat disaksikan hingga 05.30 WIB/WITA/WIT keesokan harinya.

6. Konjungsi Tripel Bulan-Mars-Venus - 11 hingga 13 Juli

Fenomena ini terjadi tiga hari sejak tanggal 11 hingga 13 Juli 2021. Dapat disaksikan sejak pukul 18.40 WIB/WITA/WIT dari arah Barat-Barat Laut selama 60 menit. Kecerlangan Mars bervariasi antara +1,85 hingga +1,83 sementara kecerlangan Venus cenderung tetap sebesar -3,89.

Iluminasi Bulan bervariasi antara 2,0 persen hingga 11,6 persen (sabit muda). Awalnya, Mars dan Venus terpisah sejauh 1,3 derajat pada tanggal 11, sementara Bulan terpisah dengan Venus sejauh 12,56 derajat.

Bulan semakin mendekat ke Venus dengan sudut pisah 3,16 derajat pada tanggal 12, demikian halnya dengan Mars yang semakin mendekat ke Venus dengan sudut pisah 0,79 derajat. Akhirnya, Bulan menjauhi Mars dan Venus dengan sudut pisah 11,61 derajat terhadap Venus pada tanggal 13 sedangkan Mars berkonjungsi dengan Venus dan terpisah sejauh 0,47 derajat.

7. Matahari di Atas Ka’bah Kedua Kali - 15 Juli

Setelah Matahari berada di atas Ka’bah pada 27 Mei silam, bulan ini Matahari Kembali berada di atas Ka’bah. Fenomena ini disebut juga Istiwa'ul A'zham (Great Culmination).

Fenomena tersebut terjadi ketika deklinasi Matahari bernilai sama dengan lintang geografis Ka'bah, sehingga ketika tengah hari, Matahari tepat berada di atas Ka'bah.

Ketika itu terjadi, dapat digunakan untuk mengecek arah kiblat di Indonesia (kecuali Sebagian Provinsi Maluku mulai dari Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Kep. Tanimbar, Kabupaten Kep. Kei), Kota Tual, Kabupaten Maluku Barat Daya (minus Pulau Wetar) dan Kabupaten Kep. Aru, ditambah dengan Provinsi Papua Barat serta Propinsi Papua). 

Puncak fenomena ini terjadi pada pukul 16.26.42 WIB, 17.26.42 WITA dan 18.26.42 WIT.

8. Konjungsi Tripel Mars-Venus-Regulus - 17 hingga 31 Juli

Fenomena ini dapat disaksikan selama 15 hari sejak tanggal 17 Juli hingga 31 Juli mendatang dari arah Barat-Barat laut sejak pukul 18.20 WIB/WITA/WIT selama 80 menit. 

Kecerlangan Regulus sebesar +1,35. Sementara, kecerlangan Mars bervariasi antara +1,81 hingga +1,75. Kecerlangan Venus bervariasi antara -3,90 hingga -3,92.

Mula-mula, Regulus terpisah dengan Venus sejauh 5,71 derajat sedangkan Mars terpisah dengan Venus sejauh 2,32 derajat. Empat hari kemudian (21 Juli), Regulus berkonjungsi dengan Venus dengan sudut pisah 1,35 derajat sedangkan Mars terpisah dengan Venus sejauh 4,60 derajat.

Empat hingga lima hari kemudian (24-25 Juli), Regulus berada diantara Venus dan Mars dengan sudut pisah masing-masing 3 derajat dan 3,56 derajat untuk 24 Juli, serta 4,14 derajat dan 2,94 derajat untuk 25 Juli. 

Regulus kemudian berkonjungsi dengan Mars pada tanggal 29 Juli dengan sudut pisah 0,73 derajat, sedangkan Regulus terpisah dengan Venus sejauh 8,85 derajat. Di penghujung Juli, Regulus semakin menjauhi Venus dan Mars.

9. Perige Bulan - 21 Juli

Fenomena ini adalah konfigurasi ketika Bulan terletak paling dekat dengan Bumi. Hal ini disebabkan oleh orbit Bulan yang berbentuk elips dengan Bumi terletak di salah satu titik fokus orbit tersebut. 

Perige Bulan terjadi setiap rata-rata 27 satu per tiga hari dengan interval dua perige Bulan yang berdekatan bervariasi antara 245 per 8 hingga 28 per setengah hari.

Perige Bulan terjadi pada pukul 17.34.28 WIB, 18.34.28 WITA dan 19.34.28 WIT dengan jarak 364.546 km dari Bumi (geosentrik), iluminasi 90,4 persen (Bulan Besar/Benjol Awal) dan berada di sekitar konstelasi Ofiukus.

10. Fase Bulan Purnama - 23 hingga 24 Juli

Disebut juga fase oposisi solar Bulan, adalah fenomena konfigurasi ketika Bulan terletak membelakangi Matahari dan segaris dengan Bumi dan Matahari. 

Mengingat orbit Bulan yang membentuk sudut 5,1 derajat terhadap ekliptika, Bulan tidak selalu memasuki bayangan Bumi ketika fase Bulan purnama, sehingga setiap fase Bulan purnama tidak selalu beriringan dengan gerhana Bulan.

Puncak fase Bulan purnama di Juni 2021 ini terjadi pada 24 Juni pukul 09.36.46 WIB, 10.36.46 WITA atau 11.36.46 WIT dengan jarak 364.546 km dari Bumi (geosentrik) dan terletak di konstelasi Capricornus.

Bulan purnama dapat disaksikan selama dua hari berturut-turut, yakni pada malam sebelumnya 23 Juni sebelum terbenam Matahari dari arah Timur-Tenggara. 

Kemudian berkulminasi keesokan harinya 24 Juni sebelum tengah malam di arah Selatan dan terbenam sebelum terbit Matahari di arah Barat-Barat Daya.

Selain itu, Bulan purnama dapat disaksikan pada 24 Juni malam hari setelah terbenam Matahari dari arah Timur-Tenggara, kemudian berkulminasi keesokan harinya 25 Juni sebelum tengah malam di arah Selatan dan terbenam sebelum terbit Matahari di arah Barat-Barat Daya.

11. Puncak Hujan Meteor Delta Aquarid dan Capricornid - 28 hingga 29 Juli

Puncak hujan meteor ini terjadi pada 28 Juli pukul 10.00 WIB, 11.00 WITA atau 12.00 WIT, sehingga dapat disaksikan sejak 28 Juli pukul 19.45 WIB/WITA/WIT dari arah Timur-Tenggara hingga 29 Juli pukul 05.30 WIB/WITA/WIT dari arah Barat-Barat Daya dengan intensitas maksimum 14-15 meteor per jam dan kelajuan mencapai 147.600 km per jam.

Hujan meteor ini diduga terbentuk dari sisa debu komet 96P/Machholz. Komet ini dinamai berdasarkan titik radian yakni titik awal kemunculan hujan meteor yang terletak di bintang Delta Aquarii (Skat) konstelasi Aquarius. 

Delta Aquariid aktif mulai 12 Juli hingga 23 Agustus dan ketampakan terbaik saat sebelum fajar astronomis sekitar pukul 03.00 – 04.00 WIB/WITA/WIT.

Puncak hujan meteor Delta Aquarid juga bersamaan dengan puncak hujan meteor Capricornid yang sudah aktif sejak 3 Juli silam dan berakhir pada 15 Agustus mendatang. Hujan meteor Capricornid terbentuk dari sisa debu komet 169P/NEAT. 

Kelajuan komet Capricornid lebih lambat dari Delta Aquarid yakni sebesar 86.400 km per jam. Intenstias maksimum hujan meteor ini juga lebih kecil, hanya 5 meteor per jam

Fenomena ini dapat dilihat dengan mata telanjang, dengan kondisi cuaca yang cerah tanpa halangan apapun di sekitar medan pandang. Butuh kesabaran untuk menantikan hujan meteor ini mengingat intensitas yang relatif sedikit. 

Selain itu, cahaya Bulan dapat mengganggu pengamatan kedua hujan meteor ini dikarenakan masih memasuki fase Bulan Susut.