JAKARTA – Beberapa hari sebelum Partai Republik di AS mengambil alih kepemimpinan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) pada Januari, lima komisaris SEC mengadakan pemungutan suara tertutup untuk menentukan apakah mereka akan menggugat Elon Musk.
Sejak 2022, SEC telah menyelidiki apakah Musk, miliarder yang dikenal dekat dengan Presiden AS terpilih Donald Trump, telah melanggar undang-undang sekuritas dengan terlambat mengungkapkan pembelian saham Twitter—sekarang dikenal sebagai X—sebelum mengakuisisi perusahaan tersebut pada tahun yang sama.
Menurut tiga sumber yang mengetahui masalah ini, empat dari lima komisaris SEC, termasuk komisaris dari Partai Republik Hester Peirce, memilih untuk menggugat Musk. Namun, satu suara menolak datang dari Mark Uyeda, anggota Partai Republik yang kini menjabat sebagai kepala sementara SEC.
Seminggu setelah pemungutan suara dengan hasil 4-1 itu, SEC resmi mengajukan gugatan terhadap Musk pada 14 Januari 2025.
Uyeda, sebelum pemungutan suara, mendesak staf penegakan hukum SEC yang menangani kasus ini untuk menandatangani pernyataan bahwa kasus tersebut tidak bermuatan politik. Namun, menurut dua sumber, staf SEC menolak karena hal itu tidak lazim dalam praktik SEC.
Dua sumber lainnya menyebut bahwa Uyeda dan Peirce keberatan dengan jumlah denda yang harus dibayarkan Musk. SEC menuntut Musk mengembalikan keuntungan sebesar 150 juta olar AS (Rp2,4 triliun) yang diperoleh secara tidak sah serta membayar denda tambahan. Meski demikian, Peirce tetap bergabung dengan tiga komisaris Demokrat dalam pemungutan suara untuk menggugat Musk.
Juru bicara SEC menolak berkomentar mengenai pemungutan suara dan kasus Musk. SEC juga menolak permintaan catatan publik dari Reuters mengenai hasil pemungutan suara tersebut. Peirce, Musk, pengacaranya, serta Gedung Putih juga tidak memberikan tanggapan atas pertanyaan dari media.
Dugaan Pelanggaran dan Gugatan Terhadap Musk
Berdasarkan hukum AS, investor yang memiliki lebih dari 5% saham perusahaan harus mengungkapkan kepemilikannya dalam waktu 10 hari. Musk baru mengungkapkan kepemilikannya pada April 2022, 21 hari setelah membeli saham Twitter.
Akibatnya, harga saham Twitter melonjak 27% setelah pengungkapan tersebut, sehingga Musk dapat membeli lebih banyak saham dengan harga lebih murah, yang menurut SEC membuatnya menghemat 150 juta dolar AS.
Selain SEC, para pemegang saham Twitter juga telah menggugat Musk atas dugaan penipuan.
Investigasi Motif di Balik Tindakan Musk
Selain soal keterlambatan pengungkapan, SEC juga menyelidiki apakah ada motif di balik keterlambatan tersebut yang bisa mengarah pada dakwaan lebih serius. Namun, menurut sumber, Musk menyatakan bahwa dia salah memahami aturan pengungkapan SEC, dan pada akhirnya SEC tidak menuduhnya dengan sengaja melanggar aturan.
Musk telah bersedia memberikan kesaksian dua kali pada 2022, tetapi kemudian menolak untuk diwawancarai untuk ketiga kalinya, yang membuat SEC meminta pengadilan memerintahkannya untuk bersaksi lagi. Setelah tarik ulur selama setahun, Musk akhirnya bersaksi pada 3 Oktober 2024. Penundaan ini menyebabkan penyelidikan tidak dapat diselesaikan sebelum pemilu AS.
Pada Desember 2024, sebulan sebelum SEC menggugat Musk, regulator itu berusaha mencapai penyelesaian dengannya. Musk membocorkan surat dari pengacaranya, Alex Spiro, kepada Ketua SEC saat itu, Gary Gensler, yang menunjukkan bahwa SEC memberi Musk waktu 48 jam untuk menerima denda atau menghadapi tuntutan perdata. Kesepakatan tidak tercapai, sehingga SEC melanjutkan gugatan.
Kontroversi di Balik Langkah SEC
Enam pakar hukum mempertanyakan mengapa SEC membutuhkan waktu lama untuk mengajukan kasus ini.
“Mereka bisa saja mengajukannya lebih dekat dengan waktu kejadian,” kata Howard Fischer, mitra di firma hukum Moses & Singer, yang pernah bekerja di SEC di bawah kepemimpinan Presiden Barack Obama dan Donald Trump. “Tapi mengajukannya di saat-saat terakhir membuat kredibilitasnya dipertanyakan.”
BACA JUGA:
Namun, beberapa pakar menilai bahwa tidak mengajukan gugatan sama sekali bisa memunculkan tuduhan bahwa SEC memilih untuk tidak menegakkan hukum secara adil.
“Ini mungkin bukan pelanggaran terbesar dalam sejarah, tetapi jika kita peduli pada keadilan pasar dan penegakan hukum yang konsisten, akan sangat memalukan bagi SEC—sebuah lembaga yang dikenal independen—jika terlihat mundur dalam kasus ini,” kata Robert Frenchman dari firma hukum Dynamis di New York.
Ketegangan Lama antara Musk dan SEC
Musk telah berseteru dengan SEC sejak 2018, ketika regulator menggugatnya atas cuitannya yang menyatakan bahwa ia telah mendapatkan pendanaan untuk membawa Tesla menjadi perusahaan privat. Sejak saat itu, Musk sering mengecam SEC, bahkan pernah menyebutnya sebagai “organisasi yang benar-benar rusak.”
Dalam kasus ini, Musk memiliki waktu hingga 4 April untuk merespons panggilan pengadilan, menurut dokumen yang diajukan pada Kamis lalu.
Sementara itu, Presiden Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang menuduh SEC dan lembaga lain melakukan investigasi bermotif politik di bawah pemerintahan Joe Biden. Ia juga memerintahkan tinjauan ulang terhadap berbagai kasus yang diajukan dalam empat tahun terakhir. SEC menolak berkomentar terkait tinjauan ini.