Bagikan:

JAKARTA - Binance, salah satu bursa kripto terbesar di dunia, kembali menjadi sorotan setelah tuduhan terkait kebijakan biaya listing asetnya. Kontroversi ini dipicu oleh pernyataan CEO Moonrock Capital, Simon Dedic, yang mengklaim bahwa Binance meminta hingga 15% dari total pasokan token proyek untuk bisa terdaftar di platform mereka. Tuduhan ini diperkuat oleh contoh proyek tanpa nama yang disebut mengumpulkan hampir 1 miliar Dolar AS dan harus menyediakan antara 50 juta Dolar AS hingga 100 juta Dolar AS (Rp787 miliar hingga Rp1,57 triliun) untuk bisa masuk daftar di Binance.

Dedic menyebutkan, meskipun proyek-proyek tersebut sudah melewati proses due diligence yang panjang hingga setahun lebih, mereka tetap dihadapkan pada biaya besar. Hal ini memicu perdebatan di kalangan komunitas kripto, dengan beberapa tokoh yang menilai bahwa persyaratan ini justru merugikan ekosistem proyek kripto. Kritik tajam ini direspon oleh co-founder Binance, Yi He, yang menegaskan bahwa bursa mereka mementingkan proses seleksi yang ketat, bukan nilai finansial proyek semata.

Dikutip dari Crypto Potato, Yi He, dalam tanggapannya, menolak keras tuduhan tersebut. Ia menjelaskan bahwa Binance tidak pernah hanya melihat sisi keuangan atau jumlah token yang ditawarkan. “Jika suatu proyek tidak lolos proses seleksi kami, maka tidak akan terdaftar, tidak peduli seberapa besar dana atau token yang disediakan,” ujar Yi. Ia juga mengajak komunitas untuk memeriksa sendiri kebijakan Binance dan melakukan penelitian lebih dalam sebelum percaya pada kabar yang memicu ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan (FUD).

Kebijakan ini, menurut Yi, dirancang untuk melindungi investor dan memastikan bahwa hanya proyek-proyek berkualitas tinggi yang terdaftar di Binance. Salah satu pendukung Binance lainnya menyatakan bahwa kebijakan ini membantu mencegah masuknya “token sampah” yang berpotensi merugikan investor ritel.

Namun, Dedic tetap skeptis. Ia menuduh Binance mencoba mengelak dengan bahasa yang manipulatif, tanpa benar-benar membantah jumlah besar yang mereka minta. Ia menyebut, “Sebutan atau istilah yang digunakan tidak mengubah kenyataan bahwa dana yang diambil dari para pendiri proyek ini sangat besar.”

Kontroversi ini memanas dengan masuknya CEO Coinbase, Brian Armstrong, ke dalam diskusi. Ia menyatakan bahwa Coinbase menawarkan layanan listing tanpa biaya melalui platform mereka, Coinbase Asset Hub. Klaim ini dengan cepat dibantah oleh Andre Cronje, pendiri Fantom Network, yang mengaku bahwa Coinbase justru meminta bayaran sangat tinggi, mulai dari 30 juta Dolar AS hingga 300 juta Dolar AS (Rp472 miliar hingga Rp4,7 triliun). Cronje juga mengungkap bahwa biaya yang diminta baru-baru ini mencapai 60 juta Dolar AS (Rp945 miliar).

Tron Foundation’s Justin Sun menambahkan pengalamannya sendiri, menyebut bahwa Coinbase meminta jaminan 500 juta TRX atau sekitar 80 juta Dolar AS (Rp1,2 triliun) serta Bitcoin senilai 250 juta Dolar AS (Rp3,9 triliun) sebagai syarat listing. Sun menekankan bahwa Binance sama sekali tidak meminta biaya sebesar itu untuk proyeknya, menegaskan perbedaan besar dalam kebijakan dua raksasa bursa ini.