JAKARTA - Kerja sama antara perusahaan kripto Binance dengan pemerintah India berhasil mengungkap skema penipuan yang melibatkan aplikasi game Fiewin, yang menipu korban hingga mencapai 47,6 juta Dolar AS (sekitar Rp722 miliar). Kasus ini menjadi sorotan sebagai contoh penting bagaimana sektor swasta dapat berperan dalam penegakan hukum untuk melawan kejahatan finansial berbasis teknologi.
Fiewin dipasarkan sebagai platform taruhan dan game online yang menjanjikan keuntungan mudah bagi para penggunanya. Namun, pada akhirnya, aplikasi ini menahan dana pengguna dan menghalangi penarikan uang mereka. Penyidik dari Direktorat Penegakan Hukum India (Enforcement Directorate/ED) menemukan bahwa skema ini melibatkan transaksi yang rumit, di mana dana hasil penipuan dicuci melalui berbagai dompet kripto, sehingga menyulitkan pelacakan.
Dengan bantuan dari Binance, ED dapat menelusuri aliran dana melalui analisis blockchain. Binance melalui tim Investigasi Intelijen Keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) memainkan peran penting dalam menyediakan keahlian teknis yang memungkinkan pelacakan transaksi kripto tersebut.
BACA JUGA:
Dikutip dari Decrypt, perwakilan ED dalam pernyataan resminya mengungkapkan, “Kolaborasi antara sektor publik dan swasta sangat penting dalam menangani kejahatan finansial yang kompleks. Tim investigasi khusus Binance adalah contoh bagaimana perusahaan dapat bekerja sama dengan penegak hukum.”
Ini bukan pertama kalinya ED bekerja sama dengan Binance dalam pengungkapan penipuan kripto. Sebelumnya, ED dan Binance juga berhasil membongkar skema penipuan investasi digital bernama E-Nugget. Kolaborasi ini telah berhasil membekukan aset ilegal senilai jutaan dolar dan semakin menyoroti pentingnya kerja sama antara otoritas hukum dan sektor swasta untuk memerangi kejahatan finansial berbasis kripto.
Kasus Fiewin dan penipuan lainnya seperti E-Nugget hanya sebagian dari lonjakan skema penipuan di ruang kripto. Selain penipuan, peretasan juga semakin marak terjadi. Salah satu insiden besar baru-baru ini adalah peretasan bursa kripto terbesar di India, WazirX, yang menyebabkan hilangnya lebih dari 235 juta Dolar AS (sekitar Rp3,5 triliun). Penyelidikan menduga peretas asal Korea Utara terlibat dalam insiden ini.
Selain itu, peretasan Atomic Wallet yang mengakibatkan kerugian sebesar 35 juta Dolar AS (sekitar Rp531 miliar) dan meningkatnya skema “pig butchering” yang memanipulasi korban melalui investasi kripto palsu juga menunjukkan betapa rentannya platform-platform kripto terhadap serangan siber.