JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika mulai berpatroli dan memburu setiap aktivitas terorisme di sosial media. Menyusul aksi teror bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar.
"Kami kembali mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menyebarluaskan konten seperti itu dan bersama-sama menangkal paham radikalisme-terorisme baik di ruang fisik maupun ruang digital," kata Juru Bicara Kominfo, Dedy Permadi, dalam keterangan pers, Senin.
Sejak ledakan bom di Makassar pada Minggu, 28 Maret, Kominfo menelusuri kontan yang tidak layak dipublikasikan yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, seperti unggahan yang mengandung unsur kekerasan, potongan tubuh dan luka yang diderita korban.
Data Kominfo per Senin pagi, konten-konten yang tidak layak dipublikasikan tersebut tersebar di berbagai platform media sosial, yaitu Facebook 34 konten, Twitter 59 konten dan Instagram 21 konten.
Kominfo juga menemukan unggahan tidak layak di YouTube sebanyak 20 konten. Total konten yang ditemukan Kominfo mencapai 134 buah.
"Keseluruhan konten tersebut telah diajukan Kominfo kepada masing-masing platform untuk dilakukan pemutusan akses atau blokir," kata Dedy.
BACA JUGA:
Sejauh ini, Polri menyatakan pelaku bom bunuh diri do gerbang Katedral Kota Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan pasangan suami-istri. Kepolisian mengidentifikasi pelaku sebagai L, laki-laki, dan YSF, perempuan, yang bekerja sebagai karyawan swasta.
Pelaku merupakan bagian dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang pernah beraksi di Jolo, Filipina. Densus 88 Anti Teror hari ini menggeledah rumah kos yang ditinggali pelaku di Kota Makassar dan rumah orang tua pelaku yang hanya berjarak sekitar 50 meter.
Diberitakan sebelumnya, ledakan bom bunuh diri terjadi di gerbang masuk Gereja Katedral, Kota Makassar pada Minggu, 28 Maret sekitar pukul 10.20 WITA. Akibat ledakan tersebut, kedua pelaku meninggal di tempat dan belasan orang terluka, baik masyarakat umum maupun petugas keamanan gereja.