Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, dan beberapa negara besar lainnya telah menandatangani perjanjian keamanan AI yang disusun oleh Dewan Eropa (Council of Europe/COE), sebuah organisasi standar internasional dan hak asasi manusia. 

Kerangka kerja ini adalah sebuah perjanjian internasional pertama yang mengikat secara hukum yang bertujuan untuk memastikan bahwa penggunaan sistem AI sepenuhnya konsisten dengan hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum. 

Ada pun perjanjian ini ditandatangani oleh Andorra, Georgia, Islandia, Norwegia, Republik Moldova, San Marino, Inggris Raya, Israel, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

“Kita harus memastikan bahwa kebangkitan AI menegakkan standar kita, alih-alih merusaknya. Konvensi Kerangka Kerja dirancang untuk memastikan hal itu,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Eropa, Marija Pejčinović Burić, dalam siaran pers resminya. 

Dengan perjanjian ini, Burić berharap ini bisa menjadi langkah awal yang baik dari banyaknya penandatanganan lain dan akan segera diikuti oleh ratifikasi, sehingga perjanjian tersebut dapat mulai berlaku sesegera mungkin.

Perjanjian tersebut menyediakan kerangka hukum yang mencakup seluruh siklus hidup sistem AI, dan juga mendorong kemajuan dan inovasi AI, sekaligus mengelola risiko yang mungkin ditimbulkannya terhadap hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum.

Sebanyak 46 negara anggota Dewan Eropa, Uni Eropa, dan 11 negara non anggota (Argentina, Australia, Kanada, Kosta Rika, Tahta Suci, Israel, Jepang, Meksiko, Peru, Amerika Serikat, dan Uruguay) ikut merundingkan perjanjian tersebut. Perwakilan dari sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi juga turut berkontribusi sebagai pengamat.

Perjanjian tersebut akan mulai berlaku tiga bulan setelah lima penandatangan, termasuk sedikitnya tiga negara anggota Dewan Eropa, telah meratifikasinya. 

Negara-negara dari seluruh dunia akan memenuhi syarat untuk bergabung dan berkomitmen untuk mematuhi ketentuan-ketentuannya.