Bagikan:

JAKARTA - Sebuah perusahaan di Amerika Serikat telah mengajukan tawaran untuk membeli TikTok guna menghindari potensi larangan nasional terhadap aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan China, ByteDance.

CEO Rumble, Chris Pavloski, mengungkapkan tawaran tersebut melalui surat yang dipublikasikan di halaman X perusahaan pada Selasa, 12 Maret. Pavloski menyatakan bahwa platform video online miliknya, Rumble, siap untuk 'mengakuisisi dan mengoperasikan TikTok di AS.'

Dalam suratnya, Pavloski menegaskan bahwa Rumble akan menjaga data pengguna dengan aman dan terjamin di AS menggunakan layanan cloud baru mereka. Layanan ini diperjuangkan oleh perusahaan sebagai upaya untuk mendukung 'internet bebas dan terbuka.'

Tawaran ini muncul seiring dengan ancaman dari Dewan Perwakilan AS untuk melarang TikTok jika perusahaan induknya, ByteDance, tidak menjualnya. Ancaman tersebut didasarkan pada kekhawatiran terkait keamanan nasional terhadap akses pemerintah China terhadap data pengguna TikTok.

Reaksi pasar terhadap tawaran tersebut sangat positif, di mana saham Rumble, yang berbasis di Florida, melonjak lebih dari 15 persen hanya beberapa saat setelah pengumuman tawaran tersebut.

Dalam suratnya, CEO Rumble juga menambahkan bahwa perusahaan siap untuk bergabung dalam konsorsium dengan pihak lain yang tertarik untuk mengakuisisi dan mengoperasikan TikTok di Amerika Serikat, jika ByteDance sepakat untuk melepaskan kepemilikan TikTok.

Surat tersebut muncul setelah Rumble mengumumkan peluncuran layanan Rumble Cloud, yang bertujuan untuk melawan sensor dan memperjuangkan 'internet bebas dan terbuka.' Langkah ini juga dapat diinterpretasikan sebagai upaya Rumble untuk memperkuat legitimasinya sebagai platform yang mendorong kebebasan berekspresi dan penggunaan internet yang terbuka.

Sementara itu, TikTok telah menjadi sorotan dalam pemilihan presiden 2024 di Amerika Serikat. Platform tersebut memiliki sekitar 170 juta pengguna di AS, yang sebagian besar adalah generasi muda - sebuah demografis yang menjadi target utama bagi kedua partai politik menjelang pemilihan umum November.