Bagikan:

JAKARTA – Indonesia akan menjadi tuan rumah untuk acara World Water Forum ke-10. Acara untuk menangani isu-isu air secara global ini akan digelar di Bali pada  18 hingga 24 Mei mendatang.

Acara dengan tema Water for Shared Prosperity ini akan membahas upaya peningkatan air bersih melalui tiga proses, yaitu politik, tematik, dan regional. Ketiga aspek ini akan diselaraskan untuk menghasilkan solusi yang nyata.

“Sinergi ketiga proses ini tentunya diperlukan dalam upaya untuk mewujudkan air sebagai sarana untuk menuju kemakmuran bersama,” kata Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti dalam Konferensi Pers FMB9.

Dari enam subtema yang akan dibahas, Indonesia akan fokus pada subtema Water for Humans and Nature. Dalam sub tema ini, pemerintah akan membahas pentingnya peningkatan layanan air minum dan sanitasi untuk menjaga manusia dan lingkungan.

Diana menjelaskan bahwa kualitas air di Indonesia masih sangat kurang. Meski akses air minum yang layak sudah mencapai 91,08 persen, akses air minum yang aman masih sangat kurang. Pada tahun 2020, akses air minum aman hanya mencapai 11,8 persen.

Sejak tahun 2017, laju pertumbuhan air minum yang aman tidak mencapai 1 persen. Persentase yang lambat ini menunjukkan bahwa pemerintah harus mencari cara untuk meningkatkan akses air minum yang aman melalui perpipaan.

Meski pemerintah berusaha meningkatkan akses perpipaan selama beberapa tahun terakhir, ada beberapa tantangan yang membuat mereka kesulitan. Selain karena perubahan iklim, penduduk yang semakin bertambah juga mengurangi ketersediaan air.

Pasalnya, kebutuhan air semakin meningkat, tetapi proses perpindahan airnya belum maksimal. Diana mengatakan bahwa, “Air tidak bisa pindah dari sungai ke masing-masing keran air karena harus ada operatornya, harus ada pipanya, harus ada pompanya.”

Berbagai proses ini menunjukkan bahwa penyediaan air minum yang aman masih cukup sulit. Terlebih lagi jika Indonesia sedang dilanda iklim yang tidak bagus untuk ketersediaan air, seperti kemarau, perubahan iklim dan sebagainya.

Sementara itu, Diana juga melarang keras penggunaan air tanah. Meski air ini sangat layak untuk digunakan, masyarakat harus menyadari masalah yang ditimbulkan ke depannya. Air tanah ini akan berkaitan dengan penurunan muka tanah.

“Jangan menggunakan air tanah. Kalau menggunakan air tanah terus-menerus, akhirnya nanti akan terjadi penurunan muka tanah. Jakarta saja mungkin sudah ada penurunan air tanah. Nah, ini mesti Jakarta tidak boleh lagi,” ujar Diana.