Bagikan:

JAKARTA - CEO Nvidia, Jensen Huang, mengungkapkan pada  Rabu 6 Desembers bahwa perusahaan yang merancang chip kecerdasan buatan berbasis di California tersebut sedang bekerja sama erat dengan pemerintah Amerika Serikat untuk memastikan bahwa chip baru untuk pasar China mematuhi pembatasan ekspor.

Nvidia telah mendominasi lebih dari 90% pangsa pasar chip kecerdasan buatan senilai  7 miliar dolar AS (Rp108,5 triliun) di China. Namun analis memperkirakan pembatasan baru dari AS terhadap ekspor chip kemungkinan akan menciptakan peluang bagi pesaing di China.

Bulan lalu, Reuters melaporkan bahwa Nvidia telah memberitahu pelanggannya di China bahwa peluncuran chip kecerdasan buatan baru yang difokuskan pada pasar China akan ditunda hingga kuartal pertama tahun depan.

Huang enggan mengonfirmasi artikel Reuters tersebut. "Nvidia telah bekerja sangat erat dengan pemerintah AS untuk menciptakan produk yang mematuhi regulasinya," kata Huang dalam konferensi pers di Singapura. "Rencana kami sekarang adalah terus bekerja dengan pemerintah untuk menghasilkan serangkaian produk baru yang mematuhi regulasi baru dengan batasan tertentu."

Dia menambahkan bahwa Nvidia perlu mencari saran dari pasar, dan proses tersebut masih berlangsung, sambil mencatat bahwa Huawei adalah pesaing yang "formidable."

Nvidia telah memperingatkan selama laporan keuangannya bulan November bahwa ia mengharapkan penurunan tajam dalam penjualan kuartal keempat di China menyusul aturan baru AS.

Huang mencatat bahwa kontribusi pendapatan China untuk Nvidia secara tradisional sekitar 20%, tetapi sulit diprediksi seberapa besar perubahan itu akan terjadi dengan pembatasan ekspor baru AS.

Secara terpisah, dia mengatakan bahwa Nvidia sedang dalam pembicaraan dengan Singapura mengenai investasi besar potensial dan bekerja sama dengan negara kota tersebut untuk membantu mengembangkan model bahasa besar miliknya sendiri, Sealion.

Infocomm Media Development Authority (IMDA) Singapura mengumumkan pada  Senin 4 Desember  inisiatif senilai  70 juta dolar Singapura (Rp806,6 miliar) untuk mengembangkan model bahasa besar pertama di Asia Tenggara.

Huang mencatat bahwa Singapura memiliki ekosistem kecerdasan buatan yang berkembang pesat dan perannya sebagai pusat data utama untuk banyak pasar di Asia.