JAKARTA - Tak banyak orang mengenal sosok matematikawan yang bekerja di lembaga antariksa NASA ini. Hingga akhirnya Hollywood mengangkat kisah inspiratif dari Katherine Johnson yang berjasa membawa astronaut Amerika Serikat (AS) terbang ke luar angkasa.
Sayangnya, sosok perempuan yang menggunakan keahlian matematikanya untuk mengkalkulasi lintasan roket dan Bumi di misi-misi awal NASA itu telah tiada. Katherine Johnson telah meninggal dunia di usianya ke 101 tahun, pada Senin 24 Februari lalu.
Semasa hidupnya, Johnson dikenal sebagai manusia komputer karena kemampuannya melakukan analisis matematika rumit hanya berbekal pena dan kertas. Kalkulasi dan perhitungannya berhasil mewujudkan impian besar NASA untuk menjelajahi luar angkasa.
"Dia adalah pahlawan Amerika dan warisan kepeloporannya yang tidak akan pernah kami lupakan. Dia juga wanita yang sangat pemberani, kami tidak bisa hidup tanpanya," ujar Administrator NASA, Jim Bridenstine seperti dikutip dari Science Alert.
“It’s people like her…who paved the way for people like me to become astronauts.”
One of our @NASA_Astronauts, Jeanette Epps, and others reflect on what Katherine Johnson’s legacy mean to them. Watch: https://t.co/HeRN9ZsXaG pic.twitter.com/XUR4EHh0Zz
— NASA (@NASA) February 24, 2020
NASA mengenang, dedikasi dan kemampuan perempuan yang lahir pada 26 Agustus 1981 itu sebagai ahli matematika super. Tak hanya sekali, Johnson ikut terlibat dalam misi NASA untuk mengirim manusia ke luar angkasa.
Johnson dan koleganya berhasil mengkalkulasi parameter dari penerbangan suborbital yang dilakukan oleh Alan Shepard pada 1961, orang AS pertama yang berhasil ke luar angkasa.
Ia juga merencanakan lintasan penerbangan John Glenn, orang AS pertama yang mengorbit Bumi pada 1962. Sebelum memulai misinya, Glenn sendiri meminta Johnson untuk mengecek ulang semua hasil perhitungan komputer, pekerjaan yang membutuhkan waktu 1,5 hari.
Setelah itu ia menggunakan keahlian matematikanya untuk menghitung lintasan penerbangan Apollo 11 yang berhasil mendaratkan Neil Armstrong dan Buzz Aldrin di Bulan pada Juli 1969.
Meski kontribusinya untuk lembaga antariksa AS itu terbilang luar biasa, namun nama Johnson tidak banyak diketahui. Bahkan ketika ia memulai kariernya di National Advisory Committee for Aeronautics (NACA), yang merupakan pendahulu NASA pada 1953.
Sebagai perempuan berkulit hitam, ia harus bekerja di bagian gedung yang terpisah dari pegawai berkulit putih karena hukum segregasi atau pemisahan ras di Amerika. Namun Johnson tak begitu mempedulikan hal-hal diskriminasi tersebut.
"Beberapa hal akan hilang dari pandangan umum dan akan hilang, tetapi akan selalu ada sains, teknik, dan teknologi. Juga selalu ada matematika," tutur Bridenstine mengenang kepergian Johnson yang pensiun setelah 33 tahun berkarier di NASA.
Berkat kerja keras dan kontribusinya terhadap dunia antariksa AS, Johnson mendapatkan penghargaan Presidential Medal of Freedom dari Presiden Barack Obama pada 2015. Ini merupakan penghargaan tertinggi untuk orang sipil di AS.
Dua tahun kemudian, untuk menghormati jasa-jasa Johnson NASA menamai salah satu fasilitas penelitiannya dengan nama Katherine G. Johnson, di Pusat Penelitian Langley di Hampton. Kisahnya perempuan yang mendapat julukan 'the most high-profile of the computers' itu pun sempat diabadikan lewat film Hidden Figures.
Setelah pensiun dari NASA, Johnson mengisi waktu tuanya menjadi penasihat publik untuk pendidikan matematika, mengisi seminar, dan mengunjungi sekolah-sekolah. Ia juga terhitung aktif dengan menerbitkan lebih dari 24 jurnal ilmiah yang berkaitan dengan keahliannya. Autobiografi Katherine berjudul “Reaching for the Moon” diterbitkan pada tahun lalu.