JAKARTA - Uni Eropa telah memperluas persyaratan bagi perusahaan teknologi untuk menghapus konten ilegal dari platform mereka, atau menghadapi sanksi hukum yang serius.
Setelah serangan kelompok militan Islam Hamas terhadap Israel dan serangan balasan Israel di enklave Palestina, Gaza, perusahaan media sosial telah melihat lonjakan misinformasi terkait konflik tersebut, termasuk gambar yang dimanipulasi dan video yang salah berlabel, bersama dengan gambar kekerasan grafis.
Pada Selasa, 10 Oktober, kepala industri UE, Thierry Breton, mengatakan kepada Elon Musk untuk membatasi disinformasi di platform X, dengan memperingatkan bahwa platform tersebut digunakan untuk menyebarkan konten ilegal dan informasi palsu menyusul kekerasan baru-baru ini di Timur Tengah.
Breton mengeluarkan peringatan serupa kepada CEO Meta, Mark Zuckerberg, pada Rabu, 11 Oktober dan mendesak perusahaan tersebut untuk memastikan kepatuhan yang ketat dengan hukum Eropa.
Dalam suratnya kepada Musk dan Zuckerberg, Breton mengatakan perusahaan mereka memiliki waktu 24 jam untuk memberi tahu UE bagaimana mereka menghentikan konten berbahaya di platform mereka.
Sekarang, Komisi Eropa, badan eksekutif UE, telah mengingatkan semua perusahaan media sosial bahwa mereka wajib secara hukum untuk mencegah penyebaran konten berbahaya terkait Hamas.
"Konten yang beredar secara online yang dapat dikaitkan dengan Hamas dianggap sebagai konten teroris, ilegal, dan harus dihapus sesuai dengan DSA (Digital Services Act) dan Regulasi TCO (Terrorist Content Online)," kata juru bicara Komisi dikutip dari Reuters.
BACA JUGA:
"Komisi akan sepenuhnya menerapkan DSA dan memantau penerapan penuh TCO. Komisi mendesak platform online untuk sepenuhnya mematuhi aturan UE," ujarnya.
DSA yang baru diimplementasikan mengharuskan platform online besar, termasuk X dan Facebook dari Meta, untuk menghapus konten ilegal dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi risiko terhadap keamanan publik dan percakapan sipil.
Setiap perusahaan yang melanggar DSA menghadapi denda hingga 6% dari omset global, dan pelanggar berulang bahkan bisa dilarang beroperasi di Eropa sama sekali.
Belum jelas apakah Breton telah mengirim pesan serupa kepada perusahaan media sosial lain yang ditetapkan dalam DSA