JAKARTA – Beberapa bulan terakhir, industri kripto mengalami sedikit aktivitas onchain dibandingkan dengan pasar bullish dalam periode tahun 2020/2021. Namun, penggemar koin meme PEPE baru-baru ini yang muncul secara tiba-tiba membuat aktivitas kripto meningkat.
PEPE adalah koin meme yang dikembangkan di jaringan Ethereum. Di sisi lain, Ethereum berpotensi menjadi blockchain yang dapat dilampaui oleh pesaingnya. Pasalnya, biaya transaksi atau gas fee di jaringan Ethereum makin tinggi terutama selama pemegang koin meme PEPE keluar dari market. Biaya transaksi juga turut menjadi penyebab investor retail menjauh dari PEPE.
Menurut laporan DailyCoin, selama beberapa minggu terakhir, di tengah keriuhan PEPE, harga gas fee Ethereum rata-rata mencapai level yang belum pernah terjadi sejak Mei 2022. Sejak PEPE diluncurkan pada 18 April, harga gas fee rata-rata telah menjadi 74 gwei. Pada 5 Mei, harga gas rata-rata mencapai 155 gwei, menurut data dari Etherscan.
BACA JUGA:
Beberapa pengguna membayar ratusan dolar hanya untuk satu transaksi. Satu pengguna bahkan membayar 64 ETH dalam gas fee untuk satu transaksi, yang setara dengan 120.000 dolar AS (Rp1,7 miliar). Meskipun PEPE telah turun 60 persen dalam beberapa hari terakhir, biaya gas tetap tinggi dan saat ini fluktuatif antara 145-190 gwei.
Meningkatnya gas fee di jaringan Ethereum turut dikomentari komunitas kripto di Twitter. Salah satu pengguna mengaku harus membayar gas fee sebesar 100 dolar AS (Rp1,4 jutaan) untuk membeli token senilai 10 dolar AS (Rp147.000-an).
Pengguna lain bercanda dan mengindikasikan satu-satunya cara untuk membayar gas fee Ethereum yang tinggi adalah dengan menjual ginjal kiri mereka. Seorang anggota komunitas Cardano mengejek biaya Ethereum yang tinggi dan dengan sindiran bertanya apakah pengguna Ethereum pernah mendengar tentang Cardano, sebuah blockchain dengan biaya transaksi yang jauh lebih rendah dari Ethereum.