JAKARTA - Penduduk Australia telah menjadi target utama dari jaringan penipu call center cryptocurrency yang canggih. Penipuan ini diduga dijalankan oleh bos kejahatan yang berbasis Israel.
Bukti yang ditemukan setelah penggerebekan penuh skala dari empat pusat panggilan Serbia dan 11 tempat tinggal oleh otoritas Serbia, Jerman, Bulgaria, dan Siprus menemukan bahwa Australia termasuk negara yang paling banyak ditargetkan. Berita ini datang dari laporan The Australian pada tanggal 23 Februari.
Penggerebekan tersebut menyebabkan lima belas orang ditangkap dan sebanyak 1,46 juta dolar AS (Rp22,1 miliar) dalam cryptocurrency disita. Menurut laporan tersebut, penipu dari pusat panggilan ini diduga menggunakan iklan di media sosial untuk menarik korban dan menawarkan peluang investasi dengan menjanjikan pengembalian yang menguntungkan.
Perusahaan investigasi swasta mengatakan kepada media bahwa Australia menjadi sasaran utama penipu karena kekayaan relatif mereka dan riwayat lemahnya upaya investigasi oleh otoritas federal dan negara bagian.
"Kekayaan Australia yang dikombinasikan dengan sejarah panjang otoritas federal dan negara bagian yang tidak mau atau tidak mampu menyelidiki penipuan investasi online telah membuat negara ini menjadi sasaran empuk untuk sindikat kejahatan internasional di balik penipuan tersebut", kata Mark Solomons, Investigator Senior di IFW Global, sebuah perusahaan intelijen swasta, dikutip Cointelegraph.
Solomons menjelaskan bahwa karena banyak orang Australia yang "ramah" dan "terbuka pikiran", mereka lebih cenderung mengejar hubungan online - terutama "jika tombol yang tepat ditekan."
"Australia dan Kanada bersaing untuk mendapatkan posisi teratas. Mereka adalah negara kaya dengan kemungkinan kecil terhadap penyelidikan atau deteksi yang terdisiplin", tambah Solomons.
Dia juga mengatakan banyak cryptocurrency yang dicuri digunakan untuk mendanai gaya hidup mewah para penipu. "Ada orang Israel yang sangat kaya dengan merampok orang Australia dan menguras tabungan pensiun dari ekonomi Australia," ujar Solomons.
"Kita berbicara tentang individu yang terbang keliling dengan jet pribadi, memiliki aset yang signifikan, real estate, mobil mewah, dan uang tunai. Mereka bepergian dengan bebas di seluruh dunia, mereka membeli kapal pesiar," tambah Solomons.
BACA JUGA:
Sementara Europol melaporkan bahwa 3,1 juta dolar AS (Tp47,1 miliar) telah dicuri oleh operasi multinasional ini. Mereka percaya bahwa angka sebenarnya "mungkin mencapai ratusan juta euro."
Dibandingkan dengan negara-negara "berdaya saing tinggi" lainnya, Solomons mendesak pemerintah Australia untuk meningkatkan upaya penegakan hukum di tingkat negara bagian, federal, dan internasional agar menjadi kurang menarik bagi penipu untuk menargetkan investor Australia.
Meskipun beberapa laporan mengatakan bahwa penduduk Australia kehilangan hingga 2 miliar dolar AS (Rp30,3 triliun) dari penipuan investasi pada tahun 2021, Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) melaporkan bahwa penduduk Australia kehilangan 323,7 juta dolar AS (Rp4,9 triliun), yang meningkat 75,6% menjadi 568,6 juta dolar AS (Rp8,6 triliun) pada tahun 2022, menurut database Scamwatch badan pengawas konsumen tersebut.
Menurut ACCC, sebesar 221 juta dolar AS (Rp3,3 triliun) dari kerugian akibat penipuan itu berasal dari pembayaran kripto.