Bagikan:

JAKARTA - Setelah dua bulan mengejutkan publik dengan ChatGPT, sekarang OpenAI meluncurkan fitur baru yang disebut pengklasifikasi teks berbasis Kecerdasan Buatan (AI) atau AI Text Classifier. Pengguna dapat membedakan antara sebuah esai yang ditulis oleh manusia atau AI.

Namun, startup yang berbasis di California, Amerika Serikat (AS) ini mengakui AI Text Classifier tidak akurat atau belum sempurna. Alat itu kini masih bekerja dalam bahasa Inggris dan didukung oleh sistem pembelajaran mesin yang mengambil input dan menetapkannya ke beberapa kategori.

Dalam hal ini, setelah menempelkan isi teks seperti esai yang dibuat oleh siswa ke alat baru, itu akan memberikan satu dari lima hasil, yang mana mungkin dihasilkan oleh AI hingga tidak dihasilkan oleh AI.

AI Text Classifier seperti ChatGPT, adalah model bahasa AI yang dilatih pada banyak contoh teks yang tersedia untuk umum dari web. Tapi tidak seperti ChatGPT, ini disesuaikan untuk memprediksi seberapa besar kemungkinan sepotong teks dihasilkan oleh AI, tidak hanya dari ChatGPT, tetapi model AI penghasil teks apa pun.

Lebih khusus lagi, OpenAI melatih AI Text Classifier pada teks dari 34 sistem penghasil teks dari lima organisasi berbeda, termasuk milik perusahaan sendiri.

Teks ini dipasangkan dengan teks tulisan manusia yang serupa tetapi tidak persis sama dari Wikipedia, situs web diekstraksi dari tautan yang dibagikan di Reddit dan serangkaian demonstrasi manusia yang dikumpulkan untuk sistem penghasil teks OpenAI sebelumnya.

Terpenting, AI Text Classifier tidak akan berfungsi pada sembarang teks. Dibutuhkan minimal 1.000 karakter, atau sekitar 150 sampai 250 kata. Tentu, alat tersebut tidak mendeteksi plagiarisme.

OpenAI mengungkapkan kemungkinan besar akan terjadi kesalahan pada teks yang ditulis oleh siswa atau dalam bahasa selain bahasa Inggris.

Fitur ini, dikatakan direktur penelitian kebijakan di OpenAI, Lama Ahmad, merupakan permintaan dari para pendidik. Dia sekali lagi memperingatkan, alat itu belum sempurna dengan tingkat keberhasilannya hanya sekitar 26 persen.

“Kami benar-benar tidak merekomendasikan mengambil alat ini secara terpisah karena kami tahu bahwa itu bisa salah dan kadang-kadang salah, seperti menggunakan AI untuk tujuan penilaian apa pun,” kata Ahmad kepada CNN Internasional yang dikutip, Rabu, 1 Februari.

"Kami menekankan betapa pentingnya untuk menjaga manusia tetap dalam lingkaran dan itu hanya satu poin data di antara banyak lainnya," imbuhnya.

Ahmad menyatakan, beberapa guru telah mereferensikan contoh karya siswa dan gaya penulisan sebelumnya untuk mengukur apakah itu ditulis oleh siswa. Sementara alat baru mungkin memberikan titik referensi lain.

"Guru harus benar-benar berhati-hati dalam memasukkannya ke dalam keputusan ketidakjujuran akademik,” ujar Ahmad.

Melansir TechCrunch, seiring berkembangnya AI generatif, terutama penghasil teks banyak kritikus telah meminta pembuat alat tersebut untuk mengambil langkah guna mengurangi efek yang berpotensi berbahaya.

Beberapa distrik sekolah terbesar di AS telah melarang penggunaan ChatGPT di jaringan dan perangkat mereka, karena khawatir akan berdampak pada pembelajara siswa dan keakuratan konten yang dihasilkan alat tersebut.

Seperti yang dijelaskan OpenAI, sementara AI Text Classifier saat ini dapat membantu dalam keadaan tertentu, meski begitu, mereka tidak akan pernah menjadi satu-satunya bukti yang dapat diandalkan dalam memutuskan apakah teks dihasilkan oleh AI.

Belum diketahui pasti kapan OpenAI akan meluncurkan fitur baru ini secara sempurna, dan apakah AI Text Classifier bisa diakses untuk pengguna gratis atau ChatGPT Professional alias berbayar.