JAKARTA - Tak hanya berniat untuk mengirimkan manusia ke planet Mars. Elon Musk juga berencana untuk membuat koloni atau bahkan negara di planet merah tersebut.
Hal itu menjadi ambisi terbesar bagi CEO SpaceX itu. Menurutnya Mars, merupakan sebuah planet yang layak dan bisa ditinggali manusia dengan menaruh target pada 2030 mendatang.
Musk juga telah merencanakan bagaimana manusia bisa hidup di planet asing. Setidaknya ide sang miliarder teknologi itu tertuang dalam jurnal sains yang diterbitkan New Space.
Pemaparan Musk tentang cara untuk membuat koloni di Mars itu dibuat dalam bentuk cetak, lengkap dengan grafik dan ilustrasi. Di mana dalam jurnal tersebut, Musk membuat perjalanan luar angkasa ke Mars berjarak 140 juta mil terlihat mudah.
BACA JUGA:
Untuk merealisasikan hal itu, Musk menjelaskan beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menekan ongkos biaya hingga konstruksi pembangunan di Mars. Salah satunya dengan menggunakan modul roket luar angkasa yang bisa digunakan berulang kali.
Dengan hitung-hitungan kasar Musk, ongkos yang dibutuhkan untuk mengangkut manusia dari Bumi ke Mars dengan harga yang lebih murah, antara 100-200 ribu dolar AS (sekitar Rp1,3 miliar hingga RP2,6 miliar) per orang.
"Jika kita bisa menekan ongkos pindah ke Mars hingga setara dengan harga rata-rata rumah di Amerika Serikat, yaitu sekitar 200 ribu dolar AS (Rp2,7 miliar), saya rasa, kesempatan untuk membuat peradaban mandiri di Mars sangat tinggi," tulis Musk dengan penuh keyakinan.
Musk berkata, misi ini akan dilaksanakan dengan kerja sama antar sektor swasta dan pemerintah. Bahkan untuk mewujudkan mimpi sosok visioner ini, Business Insider mencatat SpaceX telah memulai proses perekrutan 473 posisi sejak Maret 2017 dengan banyak posisi yang dibuka dan berfokus pada misi eksplorasi Mars.
So 666 flights of starship per year 😉 I like your style 🤘that’s almost two flights a day, think that’s feasible?
— Everyday Astronaut (@Erdayastronaut) January 17, 2020
Kehidupan Pertama di Mars
Musk pernah mengungkapkan bagaimana kehidupan pertama koloni manusia di Mars. Hal itu akan dimulai dari kubah kaca.
"Kehidupan di kubah kaca awalnya. Setelahnya, terraform untuk mendukung kehidupan, seperti di Bumi," ungkap Musk seperti dikutip dari laman Futurism.
Terraforming adalah proses untuk mengubah atmosfer, temperatur atau topografi permukaan sebuah planet agar lingkungannya mirip seperti di Bumi. Banyak ilmuwan mengatakan proses seperti ini bisa membantu manusia bertahan hidup di permukaan Mars.
Kendati pembangunan Terraforming bukan perkara mudah karena membutuhkan sumber daya yang besar. Tapi keterbatasan itu tidak menghentikan mimpi Musk membangun koloni di Mars.
Lewat SpaceX, pria berusia 49 tahun itu sudah mengembangkan proyek roket raksasa Starship yang dijadwalkan meluncur ke Mars pada tahun 2024. Perusahaannya juga sedang mengembangkan roket raksasa yang bisa membawa kargo berat atau 100 penumpang dari Bumi menuju Mars dan sebaliknya, untuk mulai membangun peradaban di Mars.
"Dengan begitu, akan diperlukan sekitar 40-100 tahun untuk bisa membuat peradaban mandiri di Mars," ujar Musk.
Negara Berdaulat di Mars
Tak hanya berambisi membuat koloni manusia di Mars. Musk juga berambisi untuk membentuk pemerintahan yang berdaulat di planet merah tersebut.
Mengingat sejauh ini, belum ada pemerintahan di Bumi yang memiliki kuasa dan klaim kedaulatan atas Planet Mars. Oleh karenanya, Musk mengusulkan untuk menghadirkan sistem pemerintahan tersendiri di planet tersebut melalui sistem demokrasi.
"Kemungkinan besar, pemerintahan Mars akan dibentuk dalam demokrasi langsung. Orang-orang akan memberikan suara secara langsung pada suatu masalah daripada membuat keputusan melalui pemerintahan perwakilan," ungkap Musk saat konferensi SXSW 2018 silam, sebagaimana dilansir dari Gizchina.
Sayangnya tak semua pihak menerima ide bos Tesla tersebut. Beberapa kalangan seperti akademisi hukum, justru meragukan kemampuan SpaceX untuk mendirikan negara di Mars secara independen.
Pengacara Randy Sgar dari Hogan Lovells Law Firm, percaya jika setiap orang di bumi memiliki hak dan tanggung jawab yang sama untuk membuat ruang yang dapat dinikmati semua orang.
"Misalnya, perjanjian Artemis 2020 menetapkan tidak ada negara yang dapat mengklaim kedaulatan, penggunaan atau menempati, atau menempati ruang dengan cara lain," ujar Sgar.
Kendati demikian, keseluruhan ide Musk untuk mendirikan negara 'Mars' secara independen masih perlu waktu yang cukup lama. Mengingat perkembangan teknologi untuk mencapai planet merah tersebut masih belum bisa direalisasikan dalam waktu dekat.