JAKARTA - Perusahaan telekomunikasi yang berbasis di Australia, Optus mengalami serangan siber yang membuat sejumlah data pengguna bocor ke publik.
Data tersebut termasuk nama pelanggan, tanggal lahir, nomor telepon dan alamat email. Optus sendiri merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di negara tersebut.
Tentunya, mereka memiliki lebih dari sepuluh juta pelanggan. Optus menyatakan telah menghentikan serangan siber itu, namun tidak sebelum rincian lain seperti SIM dan nomor paspor diretas.
Perusahaan mengatakan, data pembayaran dan kata sandi akun tidak ikut mengalami peretasan. Meski begitu, Optus telah meminta maaf dan akan bertanggungjawab serta memberi tahu pengguna yang datanya menjadi korban peretasan.
Optus juga meminta pelanggan memeriksa akun mereka secara berkala. Saat diwawancarai ABC TV, Chief Executive Optus, Kelly Bayer menjelaskan nama, tanggal lahir dan rincian kontak telah diakses oleh peretas.
Bayer menambahkan, dalam beberapa kasus turut juga nomor SIM, paspor dan alamat email pun terungkap oleh peretas.
Saat ini dikatakan Bayer, penyelidik sedang berusaha untuk mencari tahu siapa yang telah mengakses data perusahaan dan untuk tujuan apa aksi peretasan itu.
"Optus bekerja sama dengan Pusat Keamanan Siber Australia untuk mengurangi risiko apa pun bagi pelanggan/ Optus juga telah memberi tahu lembaga keuangan utama tentang masalah ini," kata perusahaan dalam keterangannya.
BACA JUGA:
"Meskipun kami tidak mengetahui pelanggan telah menderita kerugian, kami mendorong pelanggan untuk meningkatkan kesadaran di seluruh akun mereka, termasuk mencari aktivitas yang tidak biasa atau penipuan dan pemberitahuan apa pun yang tampak aneh atau mencurigakan," imbuhnya.
Dikutip BBC Internasional, Jumat, 23 September, peneliti keamanan siber Kaspersky David Emm menanggapi kasus peretasan yang menimpa Optus ini dengan mengatakan perusahaan telekomunikasi tersebut cukup bertanggungjawab.
"Senang melihat bahwa Optus telah mengatakan mereka akan menghubungi pelanggan yang diyakini terpengaruh dan mereka tidak akan mengirim pesan dalam email atau melalui pesan (teks) SMS, ini membuatnya jelas kepada pelanggan bahwa pesan apa pun yang mereka terima akan palsu. Ini juga meyakinkan bahwa tidak ada kata sandi atau informasi pembayaran yang dicuri," ujar Emm.
"Namun demikian, pelanggan harus waspada untuk setiap aktivitas penipuan yang mereka lihat dan harus melindungi akun online mereka dengan kata sandi yang unik dan kompleks dan menggunakan otentikasi dua faktor," tutupnya.