WhatsApp yang Sering <i>Down</i> dan Kita yang Terlalu Adiktif
Ilustrasi WhatsApp (HeikoAL/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Untuk kesekian kalinya layanan pesan instan WhatsApp mengalami gangguan. Para penggunanya serentak mengeluhkan tak bisa mengirim pesan multimedia, seperti foto dan video.

Gangguan ini terjadi pada Minggu, 19 Januari atau sejak pukul 17.44 WIB hingga pukul 18.59 WIB. Berdasarkan informasi di situs downdetector, ada 849 laporan WhatsApp error dan tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga penggunanya di Malaysia, sebagian wilayah di Timur Tengah dan Eropa.

Dan seperti biasa, ketika ada layanan media sosial yang tumbang, warganet akan melampiaskan kekecewaannya di Twitter. Tagar #whatsappdown pun mulai bertebaran di linimasa Twitter.

Jika diperinci, masalah yang ditemui seperti sulit menerima pesan masuk dan tidak bisanya koneksi WhatsApp ke versi website. Namun, keluhan lain yang terjadi seperti tidak dapat digunakannya WhatsApp untuk mengirim pesan media seperti foto, video, pesan suara (voice note), GIF, stiker, atau dokumen.

Bila dirunut layanan WhatsApp memang cukup sering tumbang atau mengalami gangguan. Setidaknya sudah sembilan kali, aplikasi pesan instan yang berada di bawah naungan Facebook ini tumbang pada tahun 2019.

Bahkan pada tanggal 14 Maret, WhatsApp sempat Down selama 12 jam lamanya. Hal itu juga berdampak pada layanan Facebook dan Instagram, sebab gangguan itu terjadi karena masalah server.

"Gangguan Facebook yang membuat pengguna media sosial menjadi hiruk-pikuk, dengan sebagian orang masih mengalaminya sampai 12 jam, adalah gangguan terlama sepanjang 15 tahun sejarah perusahaan," tulis kolumnis teknologi Yahoo, Samuel Hussey kala itu.

Adiktif

Sejatinya WhatsApp adalah aplikasi pesan instan terpopuler, dengan 1,6 miliar pengguna aktif yang terus bertambah tiap bulannya. Berdasarkan laporan State of Mobile, menyebut pengguna aktif bulanan WhatsApp meningkat 30 persen dalam setahun belakangan.

Kesuksesan WhatsApp diperoleh karena menawarkan layanan gratis yang menggantikan peran aplikasi pesan tradisional melalui SMS. Belum lagi kemudahan akses penggunanya membuat akun WhatsApp, hanya melalui nomor telepon seluler.

Bahkan lebih dari separuh penduduk Indonesia yang bermain media sosial. Tercatat 355,5 juta pelanggan seluler di Indonesia aktif di media sosial. Dirangkum dari laporan We Are Social, pengguna internet di Indonesia tumbuh 13 persen atau sekitar 17 juta pengguna aktif, sejak Januari tahun lalu.

Riset We Are Social

Dengan rata-rata waktu harian yang dihabiskan untuk mengakses internet dari perangkat apapun mencapai 8 jam 36 menit. Bahkan untuk bersosial media, orang Indonesia tercatat paling aktif selama 3 jam 26 menit.

We Are Social menyebutkan, YouTube jadi yang paling teratas yang persentasenya bisa 88 persen dari jumlah pengguna internet Indonesia. Diikuti oleh layanan di bawah naungan grup perusahaan besutan Mark Zuckerberg, yaitu WhatsApp, Facebook, Instagram.

Jadi cukup merepotkan bila WhatsApp harus sering tumbang. Karena nyaris semua orang di Indonesia bahkan dunia sangat bergantung pada WhatsApp untuk berkomunikasi.

Di bawah naungan Facebook

CEO Facebook Mark Zuckerberg menyatakan, punya rencana besar untuk mengintegrasikan layanan WhatsApp, Instagram, dan Messenger. Sehingga dikemudian hari, pengguna media sosialnya dapat berkirim pesan antar lintas platform.

Hal itu ia ungkap saat mengumumkan pendapatan Facebook Q4 2018. Meski begitu, Zuckerberg tak menjelaskan kapan integrasi itu bakal dilakukan. 

"Kami masih dalam tahapan awal untuk rencana (integrasi) ini. Ada banyak lagi yang perlu kami pikirkan sebelum eksekusi," katanya sebagaimana dikutip dari Mashable.

Secara tak langsung, rencana penggabungan infrastruktur back-end Instagram, WhatsApp, dan Messenger ini tentu menimbulkan keraguan, terutama soal privasi pengguna. Sekali pun ketiga aplikasi tersebut sama-sama di bawah payung Facebook.

Wacana untuk meleburkan ketiga layanan aplikasi media sosial dalam satu platform, tentu bukanlah perkara mudah. Para engineer Facebook harus bekerja keras untuk mewujudkan ide dari Mark Zuckerberg ini. Alhasil satu atau ketiga layanan itu bisa tumbang secara bersamaan, karena beberapa kali error.

"Rencana ini, yang masih dalam tahap awal dengan tujuan selesai akhir tahun ini atau awal 2020, membutuhkan ribuan karyawan Facebook untuk melakukan konfigurasi bagaimana fungsi WhatsApp, Instagram, dan Messenger di level yang paling dasar," tulis New York Times.

Trial and error pun kerap menimpa trio layanan media sosial itu saat down bersamaan. Bahkan wacana untuk mempersatukan infrastruktur teknis dari masing-masing platform sempat disambut pesimis oleh Brian Acton, pendiri WhatsApp, yang selanjutnya memutuskan untuk mundur dari WhatsApp dan Facebook.

"Mark punya ambisi tinggi dan saya pikir tadinya tahun ini akan menjadi tahun terwujudnya penyatuan tiga layanan tersebut. Berhasil atau tidaknya, baru akan terlihat nanti," kata Acton.

Kritik dari Aplikasi Tetangga

Di dunia digital, WhatsApp bukan satu-satunya layanan media sosial. Tatkala WhatsApp sukar diakses atau malah tumbang karena masalah server karena proses integritas layanannya. Telegram bisa menjadi aplikasi pesan instan alternatif.

Jika WhatsApp kerap dirudung masalah privasi, Telegram justru sebaliknya. Platform yang diciptakan Pavel Durov ini telah menjadi pelopor fitur keamanan end-to-end encryption.

Itu artinya, pesan dalam teks biasa yang dikirim akan diubah menjadi kode-kode enkripsi dan hanya bisa dibaca atau didekripsi (decrypt) oleh akun yang dituju. Sehingga enkripsi pesan dari pesan yang dikirim melalui Telegram ini akan sangat sulit untuk ditembus peretas.

Sering tumbangnya layanan WhatsApp, membuat pendiri Telegram ini menyarankan agar pengguna smartphone untuk men-uninstall aplikasi pesan instan tersebut. Saran itu dilontarkan Durov, karena ia menganggap WhatsApp telah gagal melindungi jutaan penggunanya. Lantaran aplikasi tersebut kerap disusupi aplikasi jahat (malware) seperti Trojan, yang bisa saja digunakan untuk memata-matai isi ponsel pengguna.

“WhatsApp tidak hanya gagal melindungi pesan WhatsApp kalian, aplikasi ini secara konsisten digunakan sebagai Trojan untuk memata-matai foto dan pesan yang bahkan tidak berasal dari aplikasi WhatsApp,” jelas Durov melalui kanal resminya di Telegram, Durov’s Channel.

Durov menambahkan, Facebook sudah lama ikut ambil bagian dalam program mata-mata jauh sebelum mereka mengakuisisi WhatsApp. Dengan kata lain, WhatsApp adalah senjata bagi Facebook untuk memantau penggunanya.