JAKARTA - Saat ini, siapa yang tidak tahu sosial media. Dari mulai Facebook,Twitter, Instagram, hingga TikTok sudah banyak digunakan. Dari pagi hingga malam, kemungkinan besar kita akan sangat sering melihat layar ponsel kita.
Apalagi ketika pandemi COVID-19 melanda di hampir seluruh dunia, maka hampir semua kegiatan dilakukan secara online. Ini juga memaksa kita menggunakan ponsel, laptop, atau tablet kita sehari-hari.
Berdasarkan analisis dari firma riset Compare the Market, menggunakan media sosial juga dapat berkontribusi pada krisis iklim. Meskipun media sosial itu tidak merusak planet ini, namun penelitian ini menyoroti cara-cara tak terduga yang masih mengandalkan bahan bakar fosil dan perlunya negara-negara untuk menghentikannya.
Compare the Market membuat situs web dan menyebutkan sepuluh aplikasi sosmed yang paling banyak meninggalkan jejak karbon atau carbon footprint. Adapun aplikasinya adalah Tiktok, Reddit, Pinterest, YouTube, Facebook, Instagram, Twitch, LinkedIn, Twitter, dan Snapchat.
Jejak karbon atau carbon footprint adalah jumlah emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari seluruh aktivitas seseorang atau entitas lain, termasuk gedung, perusahaan, negara, penyedia layanan digital, dan lainnya.
Jumlah Footprint dalam Penggunaan Sosial Media
Sebagai salah satu sosmed terbaru, TikTok adalah aplikasi dengan jejak karbon terbesar. TikTok memancarkan 2,63 gram setara karbon untuk tiap menitnya. Artinya, jika Anda menghabiskan hanya lima menit sehari di aplikasi, maka Anda akan menghasilkan 13 gr sehari dan 4,8 gr setahun.
Menyusul TikTok, aplikasi kedua yang meninggalkan footprint tertinggi lainnya adalah Reddit. Reddit meninggalkan emisi 2,48 gram untuk setiap menit. Situs berita sosial saat ini adalah situs paling populer ke-21 di dunia dan diperkirakan 22% orang dewasa berusia 18 hingga 29 tahun di AS menggunakannya.
Pinterest melengkapi tiga besar situs media sosial paling berpolusi dengan emisi setara CO2 1,3 gram per menit. Pinterest adalah situs berbagi gambar yang memungkinkan pengguna mendapatkan inspirasi tentang segala hal mulai dari mode hingga DIY.
“Media sosial sangat terintegrasi dalam kehidupan kita sehari-hari,” ungkap Brett Mifsud, manajer umum energi di Compare the Market.
Dia juga mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hal yang tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah sejauh mana dampak kebiasaan media sosial kita terhadap planet ini.
Mifsud mengatakan dalam pernyataannya jika satu orang menggunakan masing-masing dari 10 platform selama lima menit setiap hari akan menghasilkan 20 kg karbon per tahun. Jumlah itu, sama saja seperti kita mengendarai mobil sejauh 52,5 mil.
BACA JUGA:
Angka 20 kg mungkin merupakan perkiraan yang rendah bagi banyak orang. Tapi bagaimana jika perhitungan total berkata lain. Hitungan kasarnya begini, berdasarkan data dari Data Indonesia, pengguna sosmed aktif di Indonesia per Januari 2022 adal 191 juta orang. Jika masing-masing orang menggunakan 10 jenis sosmed selama lima menit, maka akan menghasilkan 3,8 miliar kg jejak karbon.
Sedangkan jika dihitung seluruh dunia, ada sekitar empat miliar pengguna sosmed, total dari jejak karbon yang ditinggalkan adalah mencapai 80 miliar kg, atau setara dengan 80 juta ton karbon dioksida setiap tahunnya.
Penyebabnya?
Penyebabnya adalah, dengan menggunakan sosial media, kita banyak menghabiskan daya di perangkat kita, akhirnya kita harus mengisinya menggunakan listrik. Nah, pembangkit listrik ini masih memakai bahan yang tak ramah lingkungan seperti batu bara, dan lainnya.
Seperti contohnya, setiap kali Anda mengunggah sebuah foto, bakal menghabiskan rata-rata energi listrik 5,12 kWh. Bayangkan kalau jumlah ini diakumulasikan dari ratusan juta pengguna Instagram di seluruh dunia.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), pada 2021 ini, angka emisi karbon melonjak drastis, yakni 4,5 persen dari tahun sebelumnya. Akhirnya, penggunaan listrik yang lebih banyak dari biasanya.
Melansir dari sebuah penelitian dari Yale, di dalam jurnal Resources, Conservation, and Recycling, studi tersebut memperkirakan bahwa penggunaan internet meningkat hingga 40% di seluruh dunia setelah dikeluarkannya perintah tinggal di rumah dari Januari hingga Maret 2020 saat virus menyebar.
Menurut penelitian, lonjakan aktivitas online ini memicu permintaan hingga 42,6 juta megawatt-jam listrik tambahan untuk mendukung transmisi data dan untuk memberi daya pada pusat data gedung yang menampung perangkat keras dan data jaringan komputer, layanan cloud, dan aplikasi digital.