Vietnam Segera Wajibkan Media Sosial Hapus Konten Ilegal dalam 24 Jam, Di Indonesia Bagaimana?
Perusahaan mdia sosial menghadapi tantangan besar UU baru di Vietnam. (foto: dok. pixabay)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah Vietnam, Rabu 20 April menyatakan sedang mempersiapkan aturan baru yang mewajibkan perusahaan media sosial untuk menghapus konten yang dianggap ilegal hanya dalam waktu 24 jam.

Amandemen undang-undang ini akan memperkuat Vietnam, yang selama ini memiliki kekuatan pasar 1 miliar dolar AS (Rp 14,3 triliun) untuk Facebook. Ini juga menjadikan Vietnam sebagai salah satu rezim paling ketat di dunia untuk perusahaan media sosial. Aturan baru itu juga akan memperkuat tangan Partai Komunis yang berkuasa saat menindak aktivitas "anti-negara".

Kerangka waktu 24 jam untuk menghapus "konten dan layanan ilegal" tidak akan memiliki masa tenggang, sementara "streaming langsung ilegal" yang aktif harus diblokir dalam waktu tiga jam, kata sumber di pemerintah Vietnam. Perusahaan yang tidak memenuhi tenggat waktu tersebut maka platform mereka akan dilarang beroperasi di negara tersebut.

Perusahaan media sosial juga telah diberitahu bahwa konten yang membahayakan keamanan nasional harus segera dihapus secepatnya.

Saat ini, platform media sosial sering memiliki selang waktu beberapa hari untuk menangani permintaan dari pemerintah Vietnam. Ini tidak membuat pemerintah Vietnam puas, karena responnya yang dianggap lambat.

Amandemen UU baru, yang belum diumumkan secara resmi ini, diharapkan akan ditandatangani oleh Perdana Menteri Vietnam, Pham Minh Chinh, bulan depan. Aturan baru ini juga akan diberlakukan mulai Juli nanti.

Sebuah sumber di pemerintah Vietnam yang membocorkan aturan baru ini kepada Reuters menolak namanya dipublikasikan karena masalah yang dianggap sensitif ini. Sementara Kementerian komunikasi dan luar negeri Vietnam tidak menanggapi permintaan komentar.

Perwakilan pemilik Facebook, Meta Platforms Inc, dan Alphabet Inc, yang memiliki YouTube dan Google, bahkan pihak Twitter menolak berkomentar terhadap UU baru Vietnam ini.

Sementara TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance China, menyatakan akan terus mematuhi undang-undang setempat yang berlaku . Mereka juga memastikan bahwa TikTok tetap menjadi ruang yang aman untuk ekspresi kreatif. Perwakilan Tiktok di Vietnam, Nguyen Lam Thanh, mengatakan bahwa mereka siap dan akan menghapus konten yang melanggar pedoman platform di negeri itu.

Sebagian besar pemerintah di dunia, selama ini tidak memiliki undang-undang yang memberlakukan penghapusan konten di perusahaan media sosial. Akan tetapi langkah Vietnam ini dilakukan di tengah peningkatan tindakan keras di beberapa bagian dunia terhadap konten online yang telah membuat khawatir para aktivis.

Pemerintah Indonesia konon juga bersiap untuk memberlakukan kerangka waktu 24 jam seperti yang dilakukan Vietnam untuk konten-konten ilegal di media sosial. Sementara pemerintah India sudah mengharuskan permintaan pemerintah mereka kepada media sosial untuk dipenuhi dalam waktu 36 jam.

Vietnam, dengan populasi 98 juta, termasuk di antara 10 pasar teratas Facebook berdasarkan jumlah pengguna. Bahkan kabarnya terdapat 60-70 juta orang di negara itu menggunakan Facebook, pada tahun 2021.

Negara ini menghasilkan sekitar 1 miliar dolar AS (rp14,3 triliun) pendapatan tahunan untuk Facebook. Jumlah ini lebih menguntungkan daripada kebanyakan pasar facebook di Eropa. Tentunya akan sangat memukul facebook jika tidak dapat memenuhi permintaan pemerintah Vietnam.

YouTube juga memiliki 60 juta pengguna di Vietnam dan TikTok memiliki 20 juta, menurut perkiraan pemerintah tahun 2021. Sementara Twitter tidak begitu populer bagi masyarakat Vietnam karena mereka melihatnya sebagai forum bahasa Inggris.

Partai Komunis Vietnam selama ini tidak mentolerir kritik dan pengadilan negara itu juga telah menjatuhkan hukuman penjara yang lama kepada para pembangkang dan aktivis yang memposting konten kritis terhadap pemerintah di Facebook dan YouTube.

Upaya pemerintah untuk melakukan kontrol atas konten online semakin intensif. Undang-undang keamanan siber yang diperkenalkan pada 2019 ditindaklanjuti oleh pedoman nasional tentang perilaku media sosial pada Juni tahun lalu.

Pada tahun 2020, Facebook setuju untuk secara signifikan meningkatkan penyensoran posting "anti-negara" untuk pengguna lokal setelah otoritas Vietnam memperlambat lalu lintas ke platformnya dan mengancam akan menutupnya sepenuhnya.

Pada saat itu, Facebook menyatakan enggan memenuhi permintaan pemerintah untuk "membatasi akses ke konten yang dianggap ilegal".

Perubahan atau Amandemen UU di Vietnam ini muncul karena ketidakpuasan pemerintah dengan tingkat penurunan permintaan saat ini, kata sumber tersebut.

Menurut data dari kementerian komunikasi Vietnam, selama kuartal pertama tahun 2022, Facebook memenuhi 90% permintaan penghapusan dari pemerintah, Alphabet memenuhi 93% dan TikTok memenuhi 73%.

Sumber tersebut mengatakan selain menghapus konten "ilegal", pemerintah ingin perusahaan media sosial mengubah algoritme untuk membatasi konten yang berkaitan dengan materi yang menjurus ke arah seksual, perjudian, dan penjualan obat-obatan dan suplemen yang ilegal.

Pemerintah Vietnam juga ingin menghapus akun selebritas yang diyakini menggunakan pengaruh mereka untuk menjual produk yang ilegal, serta mencemarkan nama baik orang lain dan mempromosikan amal palsu.

Banyak ahli menilai bahwa Perusahaan media sosial akan mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan penghapusan dari pemerintah Vietnam itu hanya dalam 24 jam.

Mereka mencatat bahwa pelanggaran yang jelas dari aturan perusahaan mereka sendiri seperti penggambaran kekerasan ekstrem dapat ditangani dengan sangat cepat. Akan tetapi permintaan lain yang tidak sesuai dengan kebijakan masing-masing media sosial membutuhkan waktu lebih lama untuk ditangani dan menemukan staf yang memenuhi syarat untuk tugas itu adalah sebuah tantangan.