Bagikan:

JAKARTA - Mata uang kripto atau cryptocurrency kian populer dan banyak digandrungi oleh banyak kalangan. Bahkan, menurut data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terdapat 11,2 juta investor kripto dalam periode Januari-Desember 2021. Namun, ada beberapa risiko besar yang menyertainya.

Pakar Keamanan Siber Vaksincom Alfons Tanujaya mengungkapkan ada setidaknya lima risiko besar yang mengintai mata uang digital ini. Hal tersebut disampaikan Alfons di kanal YouTube pada Senin, 14 Februari.

Perlu diketahui, cryptocurrency adalah mata uang digital berbasis blockchain. Sementara itu, cryptocurrency juga digunakan untuk bertransaksi secara langsung peer to peer tanpa ada perantara pihak ketiga, yang dilakukan secara online.

Dikutip dari Forbes, terdapat tiga kata kunci yang melekat pada cara kerja cryptocurrency, yaitu digital, terenkripsi, dan desentralisasi. Artinya tidak sama dengan mata uang konvensional seperti dolar AS, Euro, bahkan rupiah. Karena mata uang digital ini tidak dikontrol oleh otoritas sentral dari sisi nilai dari uang tersebut. Sehingga, tugas dalam mengontrol dan mengelola mata uang ini sepenuhnya dipegang oleh pengguna mata uang kripto melalui internet.

Mata uang kripto pertama yang beredar di pasaran adalah Bitcoin. Koin tersebut dikembangkan oleh sosok yang menggunakan nama samran Satoshi Nakamoto,  Januari 2009. Selain Bitcoin, juga terdapat beberapa mata uang kripto lain seperti Dogecoin, Ethereum, Binance, Tether, Solana, dan lain sebagainya. Laman pelacak harga kripto, CoinMarketCap, melaporkan terdapat lebih dari  17.500 lebih mata uang kripto yang beredar saat ini.

Lima Risiko Investasi Kripto

Sebelum memutuskan untuk berinvestasi mata uang kripto, Anda perlu mengetahui beberapa risiko besar yang membayangi mata uang digital ini. Menurut pakar keamanan siber Alfons Tanujaya di kanal YouTube-nya Alfonstan, setidaknya ada lima risiko besar yang membayangi mata uang digital yang sedang populer ini. Simak penjelasannya di bawah ini.

  1. Volatilitas sangat tinggi

Cryptocurrency memiliki volatilitas yang sangat tinggi atau nilainya mudah berubah dengan cepat. Buktinya, Bitcoin sebagai mata uang pertama dan nomor satu saat ini pada bulan Januari 2021 bernilai 40 ribu dollar AS atau sekitar Rp572,9 juta, bulan April 2021 harganya jadi 63 ribu dollar AS atau Rp902,3 juta, naik 58 persen.

Namun, nilai Bitcoin menurun 53 persen pada bulan Juli 2021 pada angka 29.800 dollar AS atau Rp426,8 juta. Bitcoin kemudian naik ke nilai tertingginya pada bulan November 2021 di angka 69 ribu dollar AS atau Rp988,2 juta dan kembali turun 29 persen satu bulan setelahnya.

Alfons juga menjelaskan bahwa Bitcoin yang menjadi aset kripto nomor satu saja memiliki fluktuasi sedemikian rupa, banyak aset kripto lain yang mengalami hal yang sama. Bahkan, ada juga aset kripto yang mengalami kenaikan tajam lalu mengalami penurunan dan tidak pernah naik kembali.

  1. Tidak ada regulator yang mengontrol aset kripto

Tidak ada regulator yang mengontrol aset kripto ini, berbeda ketika Anda berinvestasi saham. Hal itu karena, aset kripto bergantung pada blockchain yang sifatnya terdesentralisasi. Menurut pakar IT tersebut, sifat kripto yang terdesentralisasi bakal jadi dua sisi mata pedang. Maksudnya, dengan terdesentralisasi, aset kripto tidak ada yang mengawasi dan bisa membatasi. Tetapi di sisi lain, jika terjadi hal yang tidak diinginkan Anda tidak bisa meminta bantuan siapa pun.

  1. Transaksi tidak bisa dibatalkan

Dengan tidak adanya lembaga yang mengontrol, sifat transaksi aset kripto tidak bisa dibatalkan. Hal ini menyebabkan, jika terjadi tindakan kriminal, seperti pencucian uang atau transaksi ilegal layaknya membeli narkoba, atau transaksi untuk pembayaran ransomware, maka transaksi tersebut tidak bisa dibatalkan.

Alfons mencontohkan, banyak pembuat ransomware yang tertangkap dan akun kriptonya berhasil diambil alih, transaksi yang sudah terjadi tidak akan bisa dibatalkan. Hal itu karena sudah tercatat di teknologi blockchain dan tidak dapat ditarik mundur lagi. Sifat blockchain yang hanya dapat bertransaksi satu arah, tidak memungkinkan Anda untuk membatalkan transaksi yang telah terjadi.

  1. Rumit dan 100 persen mengandalkan jalur digital

Aset kripto 100 persen mengandalkan jalur digital dalam transaksinya. Anda tidak bisa mengandalkan buku tabungan atau semacamnya karena semuanya mengandalkan jalur digital, seperti username dan password.

Lalu, ada private key dan public key yang jadi kunci dalam transaksi kripto. Jika private key yang berkaitan dengan aset kripto Anda berhasil dicuri, maka aset kripto Anda akan dicuri juga dan tidak ada kemungkinan untuk kembali.

Oleh karenanya, ketika Anda memutuskan untuk bermain kripto ketahui lebih dulu cara mengamankan aset yang Anda miliki. Jika Anda merasa paranoid, disarankan Anda untuk menggunakan dompet cold storage.

  1. Jika Exchange terbobol, aset Anda akan ikut hilang

Aset kripto Anda akan ikut hilang jika bursa kripto atau tempat penukaran kripto diretas. Pria tersebut menjelaskan, jika Anda membeli dan menyimpan aset kripto Anda di exchange maka saat exchange tersebut kebobolan aset kripto Anda juga akan hilang.

Sebagai informasi, peretasan pada exchange kripto ini sangat sering terjadi. Contohnya, PolyNetwork mengalami peretasan pada tahun 2021 dan menderita kerugian 611 juta dollar AS atau sekitar Rp8,7 triliun. Kasus lainnya adalah Coincheck, MTGox, dan Kucoin yang masing-masing mengalami kerugian sebesar 547 juta dollar (Rp7,8 triliun), 480 juta dollar AS (Rp6,8 triliun) dan 285 juta dollar AS (Rp4,08 triliun) akibat peretasan.

Itulah lima risiko yang mengintai jika Anda memutuskan untuk berinvestasi dengan aset kripto menurut Alfons Tanjaya. Jadi, masihkah Anda memilih aset kripto sebagai pilihan investasi?