Bagikan:

JAKARTA - CEO Bank SEBA yang berbasis di Swiss, Guido Buehler, memprediksi bahwa  Bitcoin akan mencetak rekor baru pada tahun ini.  Dilaporkan, harga Bitcoin pada tahun 2022 ini akan mengalami kenaikan sebanyak dua kali lipat, sekitar 75 ribu dollar AS atau setara Rp1,07 triliun per-Bitcoin.

Lebih lanjut, Buehler mengatakan bahwa kenaikan ini terjadi karena investor multinasional makin banyak yang berminat ke Bitcoin. Dia pun yakin Bitcoin akan mencapai level tersebut dan hanya menunggu waktu yang tepat.

"Model penilaian internal kami menunjukkan harga saat ini antara 50 ribu dollar As (Rp713,9 juta) dan 75 ribu dollar AS. Saya cukup yakin kita akan melihat ke level tersebut. Pertanyaanya selalu tentang waktu," ucap Buehler, dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (21/1).

Pada tahun 2021 lalu, harga Bitcoin sempat melejit ke angka 69 ribu dollar AS atau Rp 985,2 juta pada bulan November. Namun, pada minggu lalu harganya menurun di angka 40 ribu dollar AS sekitar Rp574 juta.

Meski yakin akan naik ke level tertinggi, Buehler mengatakan bahwa Bitcoin masih akan mengalami fluktuasi yang cukup tinggi. Pria tersebut juga berujar jika investor institusi akan membantu naiknya Bitcoin pada tahun 2022 ini. CEO Bank SEBA tersebut juga berkata bahwa pihaknya memiliki aset untuk berinvestasi.

Di sisi lain, tren investor ritel sedang mengarah ke Bitcoin. CEO dompet kripto Ledger Pascal Gauithier, mengatakan bahwa para investor akan semakin percaya pada Bitcoin sehingga akan membantu menaikan harga koin tersebut.

“Mereka semakin percaya dengan Bitcoin dan orang-orang yang akan mendorong kenaikan harganya," terang Gauthier.

Di lain pihak, kepala market insight di Genesis, Noelle Acheson, mengatakan bahwa pada beberapa kesempatan dalam beberapa bulan terakhir bahwa Bitcoin merupakan aset yang berisiko. Pihaknya juga melihat, pasar mengalami ketakutan pada lonjakannya dalam sepuluh tahun terakhir.

"Saat pasar menjadi gelisah, Bitcoin jatuh. Kami melihat indikasi sentimen pasar agak ketakutan pada lonjakan dalam 10 tahun, ini tidak bagus untuk aset apapun dengan volatilitas tinggi dalam cash flow," ucap Acheson.