JAKARTA - Jonas Vingegaard memenangi gelar Tour de France keduanya secara beruntun pada Minggu setempat, setelah Jordi Meeus memenangi etape terakhir di Champs-Elysees di Paris.
Pebalap tim Jumbo-Visma itu melintasi garis finis setelah membalap selama 21 hari, dengan keunggulan catatan waktu tujuh menit 29 detik atas juara edisi 2020 dan 2021 Tadej Pogacar.
Rekan setim Pogacar di UAE, Adam Yates, menjadi pebalap tercepat posisi ketiga pada etape terakhir untuk melengkapi para pengisi podium.
Keunggulan pebalap sepeda Denmark, Jonas Vingegaard atas pesaing terdekatnya merupakan yang terbesar sejak 2014, ketika Vincenzo Nibali memiliki selisih tujuh menit 39 detik atas lawannya untuk memenangi kaus kuning.
Vingegaard naik podium dengan dikelilingi anggota keluarganya, sebelum diputarkan lagu kebangsaan Denmark.
Meski kalah, Pogacar terlihat tidak terlalu kecewa, dan memberi pernyataan-pernyataan positif mengenai balap tahun ini.
"Dengan mempertimbangkan semuanya, ini adalah balapan yang hebat. Saya harus gembira dengan hal itu," kata Pogacar seperti dikutip AFP dan dilansir Antara.
"Kami memiliki dua orang di podium, dan saya memenangi dua etape dan kaus putih. Saya mencintai balap sepeda," lanjutnya sebelum menemui keluarganya di bagian bawah podium.
Etape akhir dimenangi oleh pebalap tim Bora, Meeus, yang sangat bergembira dengan pencapaian tersebut.
"Benar-benar akhir yang indah, seperti inilah level Tour," kata Meuus.
Drama Sengit
Ajang balap sepeda terbesar di dunia ini menyajikan drama sengit dengan latar belakang spektakuler, ketika Vingegaard dan Pogacar masih terpaut beberapa detik, sampai Vingegaard kemudian memperbesar keunggulan berkat penampilan sensasional di individual time trial Selasa (18/7) silam.
Sehari kemudian, pada pendakian sejauh 28 kilometer menuju resor ski di Courchevel, Pogacar mengeluh, "Saya sudah tidak sanggup. Saya mundur saja," sebelum Vingegaard menyelesaikan etape itu dengan pendakian akhir yang luar biasa.
Tour de France tahun ini disebut-sebut sebagai panggung pertunjukan antara juara bertahan Vingegaard dan Pogacar, yang telah dua kali menjadi juara.
Direktur tur Christian Prudhomme menggunakan istilah tinju untuk menggambarkan perjuangan yang dilalui para pebalap.
"Mereka menjalani 15 ronde dan kemudian menerima pukulan di perutnya, berlutut, dan mendapat pukulan KO," ucapnya pada Minggu.
BACA JUGA:
Pogacar memulai balapan dengan cukup baik. Ia memanfaatkan beberapa keunggulan di bukit-bukit Basque sampai Vingegaard melancarkan serangan di etape gunung pertama di Pyrenees untuk merebut kaus kuning.
Saat Pogacar tetap menempel Vingegaard dengan selisih waktu beberapa detik, sang juara bertahan tidak pernah benar-benar melepaskan sang lawan dalam perjalanan menuju Paris.
Vingegaard menjadi satu-satunya pebalap yang mampu menantang Pogacar di gunung-gunung tinggi.
Pada 2022, ia naik satu tingkat lebih tinggi dan memenangi gelar di ketinggian. Hal itu kembali terbukti pada 2023, namun memenangi tour dengan dominasi seperti itu membuat Vingegaard semakin bersemangat memenangi gelar ketiganya.
"Tour de France merupakan balapan terhebat di dunia. Ada sesuatu yang istimewa di sini, dan saya dapat katakan kepada Anda, saya akan kembali tahun depan untuk berusaha dan kembali memenanginya," kata Vingegaard penuh keyakinan.