Bagikan:

JAKARTA – Penolakan masif terhadap tim Israel yang membuat Piala Dunia U-20 2023 harus batal digelar di Indonesia menunjukkan sebenarnya politik tidak bisa dipisahkan dari dunia olahraga.

Walaupun banyak pihak bersikeras politik sebaiknya dijauhkan dari olahraga, hubungan antara keduanya tetap sulit putus. Sejarah menunjukkan bahwa penolakan karena situasi politik bukan baru pertama kali terjadi.

Wenting Xue dan Qing Luo dalam buku mereka "The Asian Games: Modern Metaphor for ’The Middle Kingdom’ Reborn" merekam dengan baik bagaimana ketegangan politik memanas sampai ke dunia olahraga seperti yang terjadi di Asian Games edisi keempat di Jakarta pada 1962.

Ketika itu, Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno dengan tegas menolak kehadiran Israel karena tekanan dari negara-negara Arab. Tidak cuma Israel, Indonesia juga menolak keikutsertaan Taiwan demi hubungan baik dengan China.

Pada saat itu pemerintah Indonesia menolak mengeluarkan visa untuk delegasi Israel dan Taiwan. Sikap yang kemudian membuat Indonesia menerima kecaman dan sanksi dari Federasi Asian Games (AGF) dan Komite Olimpiade Internasional (IOC).

"Pada tahun 1962 Indonesia menolak untuk mengizinkan Taiwan berpartisipasi dalam Asian Games keempat di Jakarta untuk menjaga hubungan persahabatan dengan Cina Baru," demikian tulis Wenting Xue dan Qing Luo.

Pada saat itu, sikap Soekarno begitu jelas, yakni menginginkan olahraga jadi ajang solidaritas untuk kepentingan politik dan rasa nasionalisme. Hal ini bertentangan dengan aturan Federasi Asian Games.

Memanasnya situasi pada saat itu karena Indonesia sebelumnya telah berjanji untuk mengundang semua anggota AGF termasuk mereka yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia (Israel, Republik Rakyat Tiongkok, dan Korea Selatan).

Gambaran politik sering dicampuradukkan dengan olahraga juga bisa dilihat di Asian Games 1954 ketika AGF mengundang Taiwan untuk berpartisipasi di Asian Games edisi kedua. Undangan itu membuat Federasi Olahraga Seluruh Cina dengan tegas memutuskan semua hubungan dengan AGF.

"Sejak saat itu, China diisolasi dari arena Asian Games selama 20 tahun," tulis Wenting Xue dan Qing Luo dalam "The Asian Games: Modern Metaphor for ’The Middle Kingdom’ Reborn".

Dalam lingkungan internasional yang penuh dengan keterasingan dan penolakan, tetapi pengecualian pada Asian Games Jakarta pada tahun 1962 dan Asian Games Bangkok 1966, People’s Daily pada dasarnya mengadopsi sikap 'diam'.

Media ini mendefinisikan posisi 'satu China' dan ketidaksetujuan terhadap resolusi yang relevan dari Federasi Asian Games serta mengurangi dampak negatif yang disebabkan oleh partisipasi Taiwan dalam Asian Games.

Namun, ketika situasi di Asian Games Jakarta pada tahun 1962 ternyata menguntungkan Cina. People’s Daily mengambil momen yang tepat untuk menerbitkan berita dan editorial yang mendukung tindakan pemerintah Indonesia dan mengutuk campur tangan kaum imperialis yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Tindakan ini melengkapi narasi Asia yang dimanipulasi oleh "imperialisme Amerika" dengan batasan yang jelas antara kawan dan lawan. Hal itu sekaligus menampilkan pandangan politik dan ideologi yang kuat.

Asian Games ke-4 diselenggarakan dari tanggal 24 Agustus 1962 hingga 4 September 1962 di Jakarta, Indonesia. Sebanyak 1.460 atlet, yang berasal dari 16 negara, berkompetisi di Asiad ini, di mana bulutangkis memulai debutnya.