JAKARTA - Barangkali olahraga Bocce bagi penyandang difabel masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Bocce kalah gaung dibanding saudaranya, Boccia, yang sudah diperlombakan dalam berbagai ajang kompetisi dunia, termasuk paralimpik.
Secara prinsip, mekanisme kedua cabang olahraga ini hampir mirip. Bedanya jika boccia diperuntukkan bagi penyandang celebral palsy, bocce diciptakan khusus bagi penyandang tuna grahita. Tapi seiring dengan waktu, sejumlah pegiat bocce membuat mekanisme agar bisa dimainkan oleh penyandang tuna netra.
Dikutip dari Antara, bocce merupakan olahraga yang pelaksanaannya menggabungkan antara bowling dan biliar. Cara memainkan bocce adalah melemparkan bola dengan warna tertentu, untuk menyentuh atau mendekati bola putih yang telah diletakkan di titik tertentu. Bola putih yang ukurannya lebih kecil disebut palina. Bola lemparan pemain yang bisa menyentuh bola palina atau paling dekat jaraknya adalah pemenangnya.
Perlombaan bisa dimainkan secara tunggal maupun beregu. Setiap peserta diberi delapan bola: empat biru dan empat merah. Mereka harus melemparkan bola itu secara bergantian dalam arena persegi panjang dengan ukuran 18x3,5 meter.
Bola palina diletakkan di sebuah area atau lapangan berumput sebagai sasaran. Kemudian, di lapangan itu ada batas untuk pelempar bola. Dua regu yang saling berhadapan berlomba melemparkan bola yang ukurannya lebih besar agar mengenai atau mendekati sasaran.
Pada akhir lemparan, jarak bola yang paling dekat dengan bola palina itulah yang akan dihitung dalam sistem poin. Satu bola yang paling dekat diberi poin satu.
Memang, pada penyelenggaraan ASEAN Para Games 2022 di Solo, olahraga ini tidak dipertandingkan. Namun, ASEAN Para Games tetap memberi ruang bagi olahraga bocce untuk dikenal yang ditampilkan lewat pameran Sport Industry Exhibition.
Pada prinsipnya, ASEAN Games 2022 di Solo ini untuk menggaungkan nilai-nilai kesetaraan, persaudaraan, dan kemanusiaan. Maka pada titik inilah semua hal yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak penyandang difabel harus terakomodir.
BACA JUGA:
Jalan Panjang
Olahraga bocce di Indonesia baru dipertandingkan pada ajang spesial olimpik dan di sekolah-sekolah berkebutuhan khusus di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berbeda dengan di negara-negara Eropa, olahraga ini sudah cukup populer dan banyak dipertandingkan dalam ajang-ajang besar.
Di ASEAN Para Games 2022, terdapat stand yang mengenalkan olahraga bocce. Ariyadi Yuli Kristiawan adalah sosok di balik itu semua. Ia diundang oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Dinas Olahraga Jawa Tengah untuk mengisi stand di sekitar halaman Stadion Manahan Solo.
Ariyadi merupakan guru SLB Negeri Boyolali sekaligus pelatih bocce Jawa Tengah. Di pameran tersebut, ia aktif mengajak pengunjung untuk mengenalkan olahraga bocce. Bahkan, para pengunjung juga diajak untuk bermain guna merasakan sensasi bermain bocce.
"Saya bersyukur bisa diajak ke sini untuk mengisi stand bocce saat ASEAN Para Games. Meski tak ada cabang bocce di ASEAN Para Games, tapi ini justru jadi langkah untuk mengenalkan," ujar Ariyadi saat ditemui di sela-sela kesibukannya merapikan bola bocce.
Karena dalam benaknya, jika Bocce semakin dikenal luas, pemenuhan hak-hak penyandang tuna grahita juga bakal semakin terpenuhi. Di sisi lain, ia berharap suatu saat nanti olahraga bocce dapat dipertandingkan dalam ajang-ajang besar seperti Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas).
"Saya sadar jalan menuju itu sangat panjang. Tapi intinya kita harus optimis bahwa bocce sangat bisa dipertandingkan di Peparnas atau kejuaraan-kejuaraan lainnya," lanjut Ariyadi sambil menatap Stadion Manahan yang menjadi lokasi utama pelaksanaan ASEAN Para Games.
Tak sekadar olahraga
Pada permainan bocce, ada kombinasi antara permainan dan gerak-gerak tubuh yang bermanfaat untuk merangsang saraf dan gerakan motorik tubuh. Bocce bisa melatih motorik tangan dan kaki, mengasah konsentrasi, koordinasi, dan kerja sama tim.
Posisi tubuh dan gerakan saat melempar bola juga berfungsi melatih kelenturan otot punggung, tangan, dan kaki. Sehingga, setiap anggota regu mendapatkan kesempatan melempar bola. Agar bola mengenai atau mendekati sasaran, pelempar mesti melakukan dengan konsentrasi penuh.
Bagi Ariyadi, bocce tak hanya sekadar olahraga, lebih jauh dari pada itu merangsang kemampuan motorik penyandang tuna grahita. Selain itu, mereka juga didorong untuk bisa mengambil keputusan dalam setiap kesempatan melempar bola.
Dalam perlombaan resmi, para pelatih tidak boleh mengintervensi para pemain. Peserta harus mengambil keputusan sendiri apakah harus menjauhkan bola lawan atau mendekatkan bolanya ke bola palina. Kondisi ini perlu latihan yang intensif mengingat mereka memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya.
Namun apapun manfaat yang diperoleh baik secara prestasi maupun perkembangan motorik, bocce tak akan menjadi apa-apa jika tak ada dukungan dari segenap pemangku kebijakan. Perlu ada gebrakan agar olahraga ini menjadi salah satu cabang populer, syukur-syukur menjadi salah satu olahraga prestasi di ajang paralimpik.
Harapan harus terus dijulang, impian harus dilangitkan agar bocce menjadi salah satu cabang populer dalam pelaksanaan olahraga bagi penyandang difabel.
Apalagi bakal banyak pejabat serta perwakilan dari negara peserta yang hadir di ASEAN Games 2022, maka harapan untuk semakin melangitkan olahraga bocce sangat terbuka lebar.